JAKARTA, KOMPAS Pendiri kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah atau JAD, Aman Abdurrahman, dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum, Jumat (18/5/2018), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Aman dianggap ada di balik empat serangan teror selama 2016-2017.
”Menuntut agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan pidana Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman pidana mati,” ujar jaksa penuntut umum Anita Dewayani dalam sidang yang dipimpin Akhmat Zaini, Jumat.
Sidang berlangsung dalam penjagaan ketat Kepolisian Negara RI dibantu Tentara Nasional Indonesia. Dakwaan kesatu primair dan kedua primair dianggap terpenuhi. Dalam dakwaan kesatu primair, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Jaksa penuntut umum Mayasari menambahkan, Aman terbukti sosok yang menyebarkan ideologi radikal lewat tulisannya di buku Seri Materi Tauhid. Dari tulisan itu, sejumlah orang tergerak melakukan aksi teror. Sejumlah orang juga percaya larangan bagi setiap Muslim mengikuti dan tunduk pada aturan, menganggap demokrasi bentuk penyekutuan terhadap Allah, serta menentang pimpinan negara dan lembaga. Aman juga memerintahkan membentuk wadah bagi para simpatisan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Selanjutnya, pada November 2014, terbentuk struktur organisasi JAD seperti di Jawa Timur, Kalimantan, Ambon (Maluku), Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi.
Pada November 2015, semua struktur daerah bertemu di Batu, Malang, Jatim, membentuk struktur organisasi JAD pusat. Dalam rapat itu ditunjuk Zainal Anshory sebagai pemimpin JAD dan Saiful Munthohir alias Abu Gar sebagai Ketua Laskar Askhari yang merencanakan aksi teror. Meskipun tak masuk struktur inti, posisi Aman sebagai rujukan menentukan kebijakan JAD.
Dalam dakwaan kedua primair, Aman juga dianggap melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 UU No 15/2003. Dari sejumlah keterangan saksi, tulisan dan ceramah Aman menjadi dasar terpidana terorisme dan pelaku teror melakukan empat aksi teror, yaitu bom Thamrin, Jakarta (Januari 2016); bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur (November 2016); bom Kampung Melayu, Jakarta (Mei 2017); serta penyerangan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Juni 2017).
Pemberat
Mayasari menambahkan, tuntutan mati didasari sejumlah pertimbangan yang memberatkan. Selain residivis terorisme, penggagas dan pendiri JAD, juga penganjur dan penggerak amaliyah atau aksi teror yang menyebabkan banyak korban meninggal dan luka berat, merenggut masa depan anak-anak yang menjadi korban. Pemahaman Aman di dunia maya juga dapat memengaruhi paham radikal. ”Tak ditemukan hal-hal yang meringankan dalam perbuatannya,” kata Mayasari.
Seusai tuntutan itu, Aman menyatakan, dirinya dan tim penasihat hukum akan menyampaikan pembelaan. (SAN/PDS)