Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI digelar di Pulau Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku, akhir pekan lalu. Aktivitas militer itu mengingatkan warga Selaru akan Perang Dunia II, ketika pasukan Jepang berada di tempat tersebut, lebih dari 70 tahun lalu. Hadirnya TNI di Selaru menunjukkan arti strategis pulau tersebut.
Ketika Perang Dunia II berkecamuk, tepatnya pada 1942, Pulau Selaru seluas 353,8 kilometer persegi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku, itu diduduki tentara Jepang. Jepang, yang berambisi memenangi pertempuran atas Sekutu, lalu membangun sebuah lapangan terbang dengan panjang 3.500 meter dan lebar 200 meter di Desa Lingat, salah satu desa di pulau tersebut. Seberapa penting Selaru bagi Jepang kala itu?
Pulau karang berpasir yang minim sumber daya alam di darat itu secara militer strategis di mata Jepang lantaran hanya terpaut jarak 337 km dengan daratan Australia, salah satu musuh Jepang. Dengan menguasai Selaru, Jepang dapat menghadang pergerakan Australia ke Pasifik barat. Selaru juga dapat menjadi batu loncatan bagi Jepang untuk menyerang Australia.
Setelah kalah perang pada tahun 1945, Jepang pergi meninggalkan jejak, seperti lapangan terbang, goa persembunyian, truk pengangkut pasukan, dan amunisi yang tersisa di Selaru. Nama Selaru pun memudar bersama sejumlah jejak peninggalan berbahan besi yang telah dijual warga.
Lalu, seberapa penting Selaru pada masa kini?
Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura Mayor Jenderal Suko Pranoto, seusai meninjau pelaksanaan latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di Pulau Selaru yang dilaksanakan pada 12 Mei lalu, mengatakan, Selaru merupakan pagar bangsa sehingga harus diperkuat. Negara perlu hadir di sana. Itulah alasan mengapa latihan PPRC digelar di Selaru. Selain Selaru, latihan serupa juga digelar di Morotai, Maluku Utara; serta Timika, Papua.
Sesuai rencana awal, Selaru menjadi pusat komando untuk ketiga tempat latihan yang melibatkan 8.018 prajurit TNI dari tiga matra, yakni darat, laut, dan udara. Presiden Joko Widodo semula dijadwalkan akan hadir di sana. Namun, rencana tersebut batal dan pusat komando pun dipindahkan ke Timika. Latihan tetap berjalan sesuai rencana.
Pulau Selaru mulai didatangi pimpinan TNI dalam tiga tahun terakhir. Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, kala menjadi Panglima TNI, pernah berkunjung ke pulau tersebut. Bahkan, dikabarkan, pada suatu tengah malam, Gatot menyisir sisi selatan Maluku itu dengan perahu cepat. Dalam sejumlah kesempatan, Gatot menyebutkan, ancaman eksternal menguat. Ia juga menyinggung pangkalan militer AS di utara Australia.
Blok Masela
Dalam kuliah umum di Kampus Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon pada Oktober 2014, Gatot yang saat itu masih menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat memaparkan tentang kondisi bumi pada masa depan dengan ketersediaan energi yang semakin terbatas. Bangsa-bangsa di dunia akan berlomba memperebutkan sumber energi itu. Indonesia, sebagai negara yang kaya, akan menjadi sasaran.
Salah satu kekayaan di Maluku yang mencuat dalam tiga tahun terakhir adalah gas alam di Blok Masela. Cadangan gas, baik di Blok Masela maupun blok-blok lain di Maluku, disebutkan Rizal Ramli saat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai yang terbesar di dunia. Rizal mengatakan hal itu saat menyampaikan kuliah umum di Unpatti pada Mei 2016.
Titik cadangan gas Blok Masela itu berada di sisi selatan Selaru atau sisi utara Australia. Rizal saat itu juga mengungkapkan bahwa investor kala itu mengusulkan kepada pemerintah untuk membangun kilang di Australia. Dia juga ikut berjuang agar kilang dibangun di daratan Indonesia. Presiden Jokowi kemudian memutuskan seperti apa yang diharapkan Rizal.
Kendati Suko Pranoto tidak menyatakan bahwa latihan TNI di Selaru bertujuan untuk menunjukkan kehadiran TNI di sekitar kawasan yang kaya akan gas tersebut, pesan itu terasa sampai. Suko Pranoto hanya berjanji, latihan serupa di Selaru akan diagendakan lagi. Keberadaan TNI di Selaru di bawah pimpinan seorang komandan koramil tentu diperkuat.
Latihan
Rentetan tembakan senapan serbu SS1 dari dalam hutan memecah keheningan saat 10 tank amfibi BTR-50P(M) mencapai daratan dekat Teluk Lumiang. Tank itu sebelumnya dilepas KRI Teluk Sampit dan KRI Teluk Sibolga, yang berlabuh sekitar 2,8 mil laut (5,2 km) dari bibir pantai. Tank yang membawa ratusan personel Marinir itu ditugaskan menguasai dua sasaran.
Di saat bersamaan, sebuah pesawat Hercules melepas 110 penerjun dari ketinggian sekitar 1.200 kaki (sekitar 365,76 m) di atas permukaan laut. Pasukan dari Kostrad (Komando Strategis Angkatan Darat) yang dilengkapi ransel tempur dan senjata serbu itu bertugas menguasai satu sasaran. Di skenario itu, mereka bertempur melawan musuh yang diperankan anggota TNI sebagai penimbul situasi.
Koordinator Latihan PPRC TNI di Selaru Kolonel (Inf) Aldomoro mengatakan, sasaran dikuasai dalam waktu 30 menit. ”Latihan berjalan dengan baik. Salah satu skenario yang batal dilakukan adalah serangan udara langsung. Alasannya cuaca buruk,” katanya.
Awan tebal di langit Desa Lingat, tempat dekat latihan itu, membuat pesawat tempur F-16 batal menjatuhkan bom Mk 82 sebagai serangan udara langsung.
Ruben Oratmangun (68), warga Lingat, mengatakan, kehadiran tentara diikuti latihan perang membangkitkan trauma bagi mereka yang pernah merasakan suasana Perang Dunia II, termasuk kekerasan tentara Jepang. Aktivitas militer Jepang pada Perang Dunia II, 70 tahun lalu, merupakan aktivitas militer yang terakhir disaksikan warga setempat. Sehubungan dengan memori itu, warga memilih bersembunyi di dalam rumah. Namun, masyarakat kemudian menjadi semakin percaya diri bahwa negara hadir di daerah. Warga pun menjadi sangat antusias.
Selama persiapan hingga latihan, semua anggota TNI menginap di rumah warga. Mereka juga melakukan pengobatan gratis bagi ribuan warga di pulau yang terdiri atas tujuh desa dengan jumlah penduduk sekitar 13.000 jiwa itu.
Pada puncak latihan, digelar malam hiburan rakyat dan penanaman pohon di Desa Adaut, pusat Kecamatan Selaru.
”Ini berarti Selaru semakin penting di mata Indonesia,” kata Ruben yang juga perawat goa dan sumur peninggalan Jepang itu.