JAKARTA, KOMPAS – Upaya sejumlah partai politik mengumumkan dukungan kepada bakal calon presiden sejak dini ternyata belum memberikan efek signifikan kepada tingkat keterpilihan atau elektabilitas. Sosok Joko Widodo dan Prabowo Subianto hanya menguntungkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerindra.
Dalam survei nasional yang dilakukan Charta Politik Indonesia pada April 2019 denga jumlah sampel 2.000 responden di 34 provinsi, PDIP memiliki elektabilitas tertinggi dengan 24,9 persen. Kemudian, diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai Golkar yang masing-masing meraih 12,3 persen dan 11 persen. Posisi lima besar dilengkapi Partai Kebangkitan Bangsa dengan 7 persen, serta Partai Demokrat yang mendapatkan 5,4 persen suara. Adapun tingkat kesalahan dalam survei itu lebih kurang 2,19 persen.
Berdasarkan wilayah yang dibagi dalam delapan wilayah, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengungkapkan, PDIP unggul di lima wilayah, yaitu DKI Jakarta dan Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta, Jawa Timur, serta Bali dan Nusa Tenggara. Sementara itu, Partai Golkar memimpin di dua wilayah, yakni Kalimantan serta Sulawesi, Maluku, dan Papua. Adapun, wilayah Sumatera menjadi milik Partai Gerindra.
Menurut Yunarto, hasil survei itu menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan dari sejumlah parpol yang mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi dan Prabowo, kecuali dua partai asal kedua tokoh itu. Ia berpendapat, selisih angka elektabilitas akan semakin tinggi menjelang Pemilu 2019, April 2019.
“Gap partai yang terwakili kedua tokoh itu akan semakin tinggi akibat adanya coat-tail effect (efek ekor-jas) kepada PDIP dan Partai Gerindra. Hal itu menyebabkan Pemilu Legislatif menyerupai persaingan di Pemilu Presiden,” kata Yunarto dalam rilis survei berjudul “Konstelasi Elektoral Pilpres & Pileg 2019 Pasca Deklarasi Prabowo Subianto”, Senin (21/5/2018), di Jakarta.
Sebagai penanggap dari hasil survei itu ialah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Fraksi PDIP Ahmad Basarah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil.
Ketika para pemilih PDIP dijabarkan berdasarkan alasan, faktor paling dominan atau sebanyak 36,4 persen memilih PDIP karena mengusung Joko Widodo calon presiden 2019. Begitu pun dengan pemilih Partai Gerindra yang mencapai 39,6 persen memilih parpol itu karena mengusung Prabowo sebaga capres.
Sementara itu, lanjut Yunarto, di sejumlah parpol yang telah resmi mengusung Jokowi sebagai capres, seperti Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, dan Partai Nasdem, faktor Jokowi tidak signifikan meningkat elektabilitas keempat parpol itu. Situasi serupa juga dialami Partai Keadilan Sejahtera yang telah mendukung Prabowo.
menuturkan, hasil survei itu menjadi cambuk bagi PDIP untuk mendukung Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan program kerja hingga 2019. Untuk meningkatkan elektabilitas partai, tambahnya, seluruh kader PDIP akan lebih masif berkontribusi dalam kerja nyata di masyarakat.
Sementara itu, Prabowo, ujar Ferry, telah melaksanakan safari politik ke sejumlah daerah untuk menyerap langsung aspirasi masyarakat. Partai Gerindra, lanjut Ferry, akan semakin meningkatkan komunikasi dengan partai pengusung Prabowo, yaitu PKS dan Partai Amanat Nasional, untuk menghadapi kontestasi di Pilpres dan Pileg 2019.
Bursa cawapres
Dalam survei itu, Prabowo tetap menjadi pesaing terkuat bagi Jokowi di Pilpres 2019. Ketika disandingkan dengan Prabowo, elektabilitas Jokowi “hanya” 58,8 persen. Tetapi, ketika melawan tiga tokoh politik lain, misalnya Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, dan Gatot Nurmantyo, elektabilitas Jokowi sekitar 64 persen.
Dalam elektabilitas sebagai calon wakil presiden, Agus, Anies, serta Gatot berada di daftar teratas. Mereka memiliki tingkat keterpilihan sekitar 8 persen.