Transformasi Modus Korupsi Pertahankan Dinasti Politik
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Isu politik dinasti masih membayangi perjalanan kepemimpinan di sejumlah daerah. Operasi tangkap tangan yang kembali dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu (23/5) terhadap Bupati Buton Selatan Agus Faisal Hidayat diduga berkaitan dengan pencalonan ayahnya Sjafei Kahar dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara 2018.
Faisal menjadi kepala daerah ke-9 yang tertangkap dalam operasi lembaga anti rasuah sepanjang 2018 ini. Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Rabu, mengonfirmasi kegiatan KPK yang dilakukan di Kabupaten Buton Selatan tersebut.
“Benar, hari ini ada operasi tangkap tangan. Bupati di Buton Selatan yang ditangkap,” ujar Agus.
Peristiwa serupa belum lama terjadi. Pada Maret 2018, KPK menangkap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra bersama ayahnya Asrun yang juga sedang ikut dalam kontestasi Pilgub Sulawesi Tenggara 2018. Adriatma dan Asrun disebut menerima suap Rp 6,7 miliar dari pengusaha Hasmun Hamzah untuk membiayai keperluan kampanye. Hasmun sendiri baru menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Dengan demikian, tiga calon kepala daerah di Pilgub Sultra 2018 ini hanya menyisakan satu pasangan yang tidak teridentifikasi bermasalah, yaitu pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas. Dua pasangan lainnya, Asrun yang berpasangan dengan Hugua tengah mendekam di Rutan KPK. Kini Sjafei tersandung perkara suap yang dilakukan anaknya dan diduga diperuntukkan untuk dirinya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, ada uang sekitar Rp 400 juta yang diamankan dalam kegiatan awal ini. Uang yang diduga berasal dari pihak swasta tersebut diberikan kepada Faisal terkait dengan proyek infrastruktur di Buton Selatan. Selanjutnya, uang yang diterima dari pihak swasta tersebut diduga akan digunakan untuk ayahnya yang merupakan calon Wakil Gubernur Sultra berpasangan dengan Rusda Mahmud yang didukung PKB, PPP, dan Demokrat.
Dalam operasi kali ini, ada 10 orang yang ditangkap termasuk Faisal. Hingga saat ini, Faisal dan 9 orang lainnya masih menjalani pemeriksaan awal di Kepolisian Resort Baubau untuk selanjutnya diterbangkan ke Jakarta. Selain bupati, ada unsur swasta, unsur pegawai negeri sipil, dan konsultan lembaga survei.
Secara terpisah, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Oce Madril menyampaikan, fenomena politik dinasti ini marak terjadi di daerah. Upaya membangun politik dinasti ini, lanjut dia, berakibat marak terjadi suap dan korupsi untuk mencari biaya karena ongkos mempertahankannya cukup tinggi.
“Untuk membayar biaya dukungan ini butuh uang yang banyak. Akhirnya diambil jalan pintas mengumpulkan modal melalui suap dan korupsi proyek. Saat ini, berkembang tidak lagi petahana atau orangnya langsung tapi bisa lewat anggota keluarga yang juga menjabat sebagai kepala daerah,” kata Oce.
Karena itu, penting membangun kesadaran masyakarat terkait dampak dari korupsi dan memilih pejabat yang korup. Selama ini, masyarakat masih permisif dan sebagian termakan dengan iming-iming politik uang sehingga memudahkan para calon bermasalah atau yang sedang membangun politik dinasti dapat melenggang dalam kontestasi Pilkada.