JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum meminta jajaran KPU di kabupaten dan kota menyusun daftar pemilih tambahan Pilkada 2018 lebih awal. Ini penting guna mengakomodasi pemilih yang belum terdaftar karena terkendala masalah administrasi kependudukan.
Pendataan ini juga berguna untuk memetakan kebutuhan surat suara di tempat pemungutan suara yang memiliki banyak pemilih, tetapi belum terdata dalam DPT.
Pada tahap penetapan daftar pemilih sementara (DPS), KPU menemukan ada indikasi 7,6 juta pemilih yang diduga belum punya kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) atau surat keterangan pengganti KTP-el. Sesuai dengan Undang-Undang Pilkada, penyusunan data pemilih berbasis KTP-el. Data itu berkurang menjadi tinggal 849.633 warga pada saat penetapan DPT. Mereka dicoret dari daftar pemilih.
Namun, hasil koordinasi KPU dan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, dari jumlah itu, ada 688.609 warga yang sudah terekam dalam basis data kependudukan, sedangkan sisanya, 161.024 warga, belum dapat diverifikasi Kemendagri.
”Kami baru menerima data dari Kemendagri kemarin (Rabu), sekarang sedang disesuaikan formatnya karena perbedaan pengolahan data. Setelah selesai akan diturunkan ke kabupaten dan kota dalam dua jenis,” kata anggota KPU, Viryan Azis, di Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Dua jenis data itu ialah sekitar 600.000 pemilih yang bisa ditemukan padanan datanya dalam basis data kependudukan dan 161.000-an pemilih yang datanya tidak ditemukan di data kependudukan.
Sebanyak 161.000-an pemilih itu akan dikirimi surat berisi penjelasan mengapa mereka sempat masuk daftar pemilih, tetapi kemudian dikeluarkan dari data pemilih. Diharapkan, mereka bisa mengurus dokumen kependudukan sebelum hari pemungutan suara.
Menurut Viryan, penyusunan daftar pemilih tambahan (DPTb) oleh KPU di daerah diharapkan dilakukan sejak awal sehingga pemilih yang belum masuk DPT bisa terakomodasi. Adapun DPTb didesain mengakomodasi pemilih yang tidak masuk dalam DPT, tetapi bisa menggunakan hak suaranya dalam 1 jam terakhir sebelum penutupan TPS.
Pendataan lebih awal ini akan membantu penyiapan logistik jika jumlah DPTb di suatu daerah cukup besar. KPU di daerah juga diminta membuat kalkulasi apakah perlu membuat adendum pencetakan surat suara, karena jumlah DPTb besar atau tidak. Hal ini, antara lain, dengan memperhitungkan tren tingkat partisipasi pemilih pada pemilu terdahulu di TPS dengan jumlah DPTb besar.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, pemerintah harus mengoptimalkan pelayanan administrasi kependudukan hingga mendekati hari pemungutan suara untuk menjamin hak pilih warga yang tidak terdaftar.
Tidak cukup jika pemilih hanya didorong untuk aktif mengurus data kependudukan. Kemendagri dan jajarannya di daerah harus aktif menjemput pemilih itu. Namun, pemberian surat keterangan pengganti KTP-el tetap harus terkendali.
”KPU juga perlu memiliki pemetaan titik kumpul pemilih non-DPT di mana saja agar bisa mengantisipasi sehingga surat suara terpenuhi. Semua pihak harus berupaya maksimal menjaga hak konstitusi pemilih,” kata Titi.