JAKARTA,KOMPAS – Dewan Perwakilan Daerah atau DPD segera membentuk Panitia Urusan Legislasi Daerah. Alat kelengkapan baru DPD ini diserahi tanggung jawab menyusun rekomendasi DPD atas pelaksanaan tugas baru DPD, yaitu memantau dan mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah.
Seperti diketahui, tugas baru DPD tersebut merupakan mandat dari Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang disahkan pertengahan Maret lalu.
Kemudian DPD menyusun peraturan pelaksana dari tugas baru itu dalam Peraturan DPD tentang Tata Tertib DPD yang telah disahkan di Sidang Paripurna DPD, 22 Mei lalu. Di peraturan tersebut, pembentukan Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) disebutkan, berikut tugas yang bakal diembannya.
Di pasal 135 Tata Tertib DPD disebutkan, PULD terdiri atas satu anggota dari masing-masing provinsi. Jadi total PULD akan beranggotakan 34 anggota DPD dari 34 provinsi.
Selanjutnya di pasal 141 dan 142, PULD disebutkan memiliki tugas melakukan penelaahan, analisis, dan pengkajian terhadap hasil pemantauan rancangan peraturan daerah (perda) dan perda yang dilakukan oleh seluruh anggota DPD, dan kemudian menyusun rekomendasi DPD atas hasil pemantauan itu. Selain itu, PULD memberikan masukan, pendapat, dan pertimbangan obyektif atas permintaan daerah tentang berbagai kebijakan hukum dan masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan daerah dan umum.
“Setelah Tata Tertib DPD disahkan di mana di dalamnya termasuk mengatur pembentukan PULD, maka DPD akan segera merealisasikan pembentukan PULD. Rencananya PULD akan dilahirkan dalam Sidang Paripurna DPD terdekat, pekan ini,” ujar Wakil Ketua DPD dari Maluku Nono Sampono, Minggu (28/5).
Menurutnya, PULD dalam melaksanakan tugasnya akan dibantu oleh pakar yang memahami seputar legislasi dan legislasi daerah.
Tak hanya itu, DPD mengusulkan penambahan tenaga ahli untuk setiap anggota DPD. Tenaga ahli tambahan ini akan ditugaskan di daerah pemilihan (dapil) dari masing-masing anggota DPD, dan membantu anggota DPD memantau perda dan raperda di dapil mereka.
“Kantor DPD di daerah juga akan dioptimalkan. Sebab, rapat pembahasan dan klarifikasi dengan pemda (pemerintah daerah), DPRD, atau pihak terkait lain, akan digelar di sana,” katanya. Setelah PULD terbentuk, Nono memastikan DPD akan langsung melaksanakan tugas baru yang diberikan pada DPD tersebut.
Oleh karena itu, Mantan Ketua Panitia Khusus Tata Tertib DPD Ajiep Padindang berharap, pemerintah segera mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur tugas DPD dalam penyusunan raperda oleh pemda dan DPRD berikut kewenangan DPD mengevaluasi perda yang telah dilakukan oleh pemda dan DPRD.
“Prinsipnya di PP itu nanti, kami berharap ada aturan yang menyebutkan, sebelum DPRD dan pemda mensahkan raperda, mereka harus mematuhi rekomendasi dari DPD. Begitupula jika kami menemukan perda bermasalah, DPRD dan pemda harus mengikuti rekomendasi kami atas perda itu. Ini agar rekomendasi DPD nanti tak dianggap angin lalu oleh pemda dan DPD,” jelasnya.
PP itu juga penting agar tugas pemantauan, evaluasi, dan rekomendasi dari DPD tidak bertabrakan dengan Kementerian Dalam Negeri dan gubernur yang memiliki tugas yang sama.
“Awal Mei lalu, pimpinan DPD, alat kelengkapan DPD, dan pansus tata tertib DPD telah bertemu Presiden Joko Widodo, dan menyampaikan tugas baru DPD dan pentingnya PP itu. Dalam pertemuan, Presiden menyanggupi adanya PP itu,” tambahnya.
Setelah disanggupi oleh Presiden, kini DPD menanti undangan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk merancang PP tersebut.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mendesak DPD duduk bersama dengan Kemendagri sebelum DPD memulai melaksanakan tugas barunya. “Kedua lembaga harus merumuskan dulu mekanisme dalam memantau dan mengevaluasi raperda atau perda,” katanya.
Jika tidak, tak menutup kemungkinan rekomendasi yang dikeluarkan DPD berbeda dengan Kemendagri atau Gubernur, dan jika itu terjadi akan membingungkan pemda.
Selain itu, untuk mencegah pemda bingung, dia mengusulkan agar rekomendasi kepada pemda tetap keluar dari Kemendagri. Ini karena pemda bagian dari pemerintah pusat. “Jadi DPD tidak mengintervensi langsung ke pemda atau DPRD. Jika itu terjadi akan merusak tatanan kelembagaan. DPD cukup menyerahkan kajiannya ke Kemendagri, dan hal itu jadi masukan Kemendagri saat mengevaluasi perda atau raperda,” jelasnya.