Regenerasi Pemimpin Mengatasi Tantangan
Tidak mudah membangun sebuah kekuatan militer yang mumpuni. Dibutuhkan visi yang besar, waktu yang panjang, dan militansi untuk melaksanakannya.
Khusus untuk TNI AL, formasi kepulauan yang terbuka, serta letak geografisnya memberi tantangan tersendiri. Dalam keadaan damai, laut yang terbuka bisa menjadi tempat masuknya berbagai gangguan pada bangsa, mulai dari narkoba, teroris, sampai sampah dan dicurinya ikan dan penggunaan dasar laut oleh pihak di luar Indonesia sampai pembajakan.
Kedua, sumber daya yang terbatas. Dengan wilayah seluas itu, sejatinya kapal TNI AL tidak cukup jumlahnya. Perlu ada pengadaan, sesuai dengan rencana strategis, sekaligus juga mendukung industri pertahanan nasional. Belum lagi dalam tataran yang lebih rinci seperti kesiapan operasi, biaya operasi, profesionalisme prajurit TNI AL, dan hubungan dengan instansi-instansi lain. Ketiga, faktor luar negeri. Walau tidak termasuk dalam negera-negara yang mengklaim, Laut Cina Selatan ada di halaman depan Indonesia. Sementara, Indonesia juga memiliki kepentingan nasional untuk mewujudkan visi Poros Maritim Dunia yang salah satu unsurnya adalah keamanan maritim.
Setelah tiga tahun, empat bulan, dan 28 hari Laksamana Ade Supandi menjabat sebagai Kepala Staf TNI AL, ada beberapa hal positif yang perlu digarisbawahi dan beberapa pekerjaan ke depan. Pengalaman profesionalnya sejak tahun 1983 membuat Ade tidak hanya pernah menghadapi amuk gelombang di Laut Utara, Eropa, tetapi juga hempasan tantangan TNI AL.
Pada aspek pembangunan pengembangan kekuatan matra laut, berbagai alutsista yang merupakan hasil penandatanganan kontrak tahun-tahun sebelumya tiba di tanah air. Alutsista itu diantaranya dua unit Kapal perusak kawal rudal yaitu KRI R.E. Martadinata-331 dan KRI I Gusti Ngurah Rai-332, satu unit penambahan Kapal AngkutTank, lima unit Helikopter Anti Kapal Selam dan 1 unit Pesud MPA (CN-235) bagi kekuatan unsur udara TNI AL, dua unit Kapal Selam, dua unit Kapal Survei, enam unit Kapal Patroli Cepat 40 dan terakhir tentunya KRI Bima Suci.
Dari sisi operasi, TNI AL berhasil mengurangi masalah keamanan di laut, termasuk menggagalkan penyelundupan 1 ton sabu-sabu pada bulan April lalu. Sebagai sebuah angkatan laut, diplomasi sangat penting terkait dengan sifat laut sendiri yang saling terhubung. Ada tiga kegiatan berskala internasional, yaitu dua kali Multilateral Naval Exercise di Padang (2015) dan di Lombok (2018), serta International Maritime Security Symposium (IMSS) 2016 di Bali.
Pengembangan
Dari segi organisasi juga ada pengembangan yang terkait dengan TNI AL di masa depan yaitu pembentukan satuan Staf Potensi Maritim dan Dinas Operasi dan Latihan Angkatan Laut. Ade juga terlihat sangat memperhatikan Pusat Hidros TNI AL yang terkait dengan pemetaan bawah laut. Hal ini penting untuk realisasi Poros Maritim Dunia.
Ia juga dikenal sebagai sosok yang tidak berjarak baik dengan anak buah, maupun dengan masyarakat sipil karena pembawannya yang akrab. Untuk kesejahteraan prajurit, ada 26 tower dan sekitar 800 unit rumah prajurit dibangun. Banyak prajurit dan kesatuan yang dengan berbagai cara, seperti terjun payung dan parade memberikan salam perpisahan. “Resep ngempeul jeung balajurit, sabab hasil pinunjul oge lantaran maranehna,” kata Ade dalam bahasa Sunda tentang pentingnya berkumpul dengan prajurit karena keberhasilan adalah karena mereka.
Selama masa kepemimpinannya, Ade harus menghadapi tantangan jaman. Dua tantangan yang paling dominan mewarnai adalah soal alutsista, termasuk performansinya dalam latihan. Selain itu juga serta penyusunan organisasi personil yang selama bertahun-tahun selalu menimbulkan tarik-menarik antara kebutuhan organisasi dan SDM yang tersedia, adanya pengelompokan, dan like and dislike yang tentunya menghambat profesionalisme prajurit.
Kini, tongkat kepemimpinan TNI AL ada di tangan Laksamana Siwi Sukma Adji. Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Alman Helvas Ali mengatakan, dari sisi regenerasi penunjukkan Siwi cukup ideal karena ia telah melewati berbagai jabatan strategis di TNI AL. Latar belakangnya dalam bidang perencanaan dan operasi menjadi modal penting untuk pengembangan TNI AL ke depan terutama dalam menjawab tantangan utama ke depan yaitu membangun kekuatan TNI AL memenuhi Kebutuhan Pokok Minimum (MEF). “Dari sisi ini, perubahan dari Pak Ade yang angkatan 83 ke Pak Siwi yang angkatan 85 bagus untuk organisasi TNI AL,” kata Alman.
Strategis
Berbagai jabatan strategis pernah diemban Siwi, yakni Komandan Gugus Keamanan Laut (Danguskamla) Komando Armada RI Kawasan Timur tahun 2011, Wakil Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut (Waasrena Kasal) tahun 2012. Pada tahun 2013 Siwi Sukma Adji pernah menjabat sebagai Kasarmatim, Kemudian menjabat sebagai Panglima Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) pada tahun 2016, Lebih lanjut masih pada tahun 2016 Siwi Sukma Adji menjabat sebagai Asrenum Panglima TNI dan terakhir ia menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Akademi TNI sejak 2017.
Selain soal MEF, Siwi harus menjawab tantangan terkait organisasi personil. Alman menyoroti, adanya bottle neck di level Kolonel, sementara di level-level bawahnya membutuhkan reorganisasi agar lebih optimal. Sementara, peneliti dari CSIS Iis Gindarsah juga menyoroti bahwa kinerja Ade Supandi harus dilanjutkan, terutama terkait dengan pembentukan Koarmada III di Sorong, Komando Armada RI, Pasmar-3 di Sorong. “Perlu diisi dengan personil dan perlatan dalam organisasi yang baru itu,” kata Iis.