Meyakini Pancasila di Tengah Ancaman Ideologis
Publik meyakini, persatuan bangsa Indonesia akan tetap kokoh dan utuh di tengah kebhinekaan dan keragaman yang ada. Namun, ancaman terhadap persatuan nyata dirasakan di tengah publik dari ajaran, budaya, dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau dikenal sebagai Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada saat itu Soekarno menyampaikan pidatonya, yang kemudian dikenal sebagai konsep awal atau rumusan lahirnya Pancasila. Semangat besar perjuangan menyambut kemerdekaan menandai lahirnya Pancasila saat itu.
Selama kurun waktu 73 tahun sejak dilahirkan, pengamalan nilai-nilai Pancasila mengalami pasang surut sesuai situasi politik bangsa dan rezim yang berkuasa di tanah air. Meskipun demikian, upaya-upaya untuk terus mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara terus dilakukan. Di tengah arus perubahan politik dunia dan tingginya ancaman ideologi transnasional, Pancasila kembali diharapkan lebih hadir mengisi relung nalar anak bangsa.
Benang merah tentang pentingnya Pancasila tersebut terangkum dari hasil jajak pendapat Kompas, pekan lalu. Peringatan hari lahir Pancasila setiap 1 Juni menjadi momentum mengingatkan kembali pentingnya persatuan bagi bangsa Indonesia. Saat ini, mayoritas responden (87,6 persen) mengetahui jika tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila.
Dalam jajak pendapat ini, hampir seluruh responden (90 persen) meyakini bahwa bangsa Indonesia akan mampu bertahan dengan semangat persatuan di tengah beragamnya suku, agama, adat istiadat, bahasa, dan budaya.
Tiga hal yang kuat diingat oleh responden jajak pendapat ini ketika mereka mendengar nama Pancasila adalah dasar negara, persatuan bangsa, dan Bhinneka Tunggal Ika. Publik optimistis jika semangat kebinekaan dalam Pancasila akan mampu menjadi tameng dari ancaman yang merongrong ideologi bangsa.
Sebagian besar responden jajak pendapat ini ketika diminta untuk menyebutkan sila dalam Pancasila juga terbukti mampu melafalkan secara urut kelima sila dalam Pancasila. Kondisi ini membaik dari kondisi tahun-tahun sebelumnya yang cenderung menunjukkan ketidakhafalan publik terhadap sila-sila Pancasila.
Meskipun masih optimistis dan mengenal Pancasila, dalam situasi terkini publik juga mengakui adanya ancaman yang bisa menggerogoti intisari budaya Indonesia ini. Hampir separuh responden (47,3 persen) menengarai besarnya pengaruh budaya luar negeri dan ajaran radikal yang berbeda dengan nilai yang dikandung Pancasila menjadi ancaman nyata.
Ancaman ideologi
Sejumlah aksi yang mengejutkan publik termasuk kerusuhan napi terorisme di Mako Brimob Depok, bom bunuh diri di Surabaya, hingga jaringan teroris di sejumlah kota dinilai menjadi indikasi ancaman serius terhadap Pancasila. Hal ini karena semua aksi tersebut berdasarkan motivasi mengganti falsafah Pancasila dan sistem demokrasi Indonesia.
Kini fakta menunjukkan paham ideologis para teroris sudah merasuk ke semua lini kehidupan masyarakat, bahkan di kalangan pendidikan dan perguruan tinggi. Peledakan bom di tempat-tempat ibadah makin menguatkan bukti jika cara-cara yang digunakan para simpatisan ideologi luar jelas bertentangan dengan nilai Pancasila.
Upaya masyarakat untuk secara aktif mencermati kondisi lingkungan, kehidupan bertetangga, dan menciptakan harmonisasi kehidupan di lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu tindakan preventif menangkal aksi terorisme maupun paham radikalisme yang kini sedang berkembang.
Selain tindakan tersebut, yang tak kalah penting adalah pendidikan Pancasila tak hanya secara teori, tetapi lebih dari itu praktik pengamalannya dalam kehidupan keseharian. Apalagi, menurut sepertiga responden, nilai-nilai Pancasila semakin ditinggalkan.
Sekitar 41,2 persen responden menilai kurangnya pendidikan Pancasila di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi ditambah minimnya keteladanan dari para tokoh dan pejabat negara menjadi penyumbang terciptanya opini sosial yang memudahkan merasuknya ajaran anti-Pancasila.
Kondisi lain yang perlu diwaspadai adalah pengakuan lebih dari separuh responden bahwa nilai-nilai toleransi dalam kehidupan beragama di Indonesia semakin melemah. Hal ini kian mudah ditemukan faktanya dalam berbagai tindakan agresif, secara verbal maupun nonverbal terhadap orang dari aliran agama atau paham politik yang berbeda.
Dengan berbagai persoalan tersebut, pemerintah sebagai operator keberlangsungan bangsa ini memiliki pekerjaan rumah memperbaiki ”wajah” Pancasila. Lebih dari 60 persen responden masih menyatakan puas terhadap peran pemerintah dalam hal menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga ideologi Pancasila. Namun, 35 persen lebih responden menilai sebaliknya.
Badan ideologi
Kebutuhan yang mendesak akan penanaman kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa direspons pemerintah dengan pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 pada 28 Februari 2018. Sebelumnya, BPIP merupakan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang dibentuk pada Juni 2017.
Dikepalai Yudi Latif, BPIP bertugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila.
Dalam pelaksanaan, misalnya, membenahi pengajaran Pancasila di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Jika Kemendikbud serta Kemenristek dan Dikti kembali memberikan pelajaran Pancasila, BPIP akan membantu merumuskan bahan ajar, sistem pengajaran, dan metodologi pembelajaran Pancasila.
BPIP juga memberdayakan komunitas-komunitas di masyarakat untuk menumbuhkan nilai-nilai Pancasila. Simpul-simpul relawan dari berbagai komunitas akan menyosialisasikan pentingnya penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebanyak 67,6 persen responden yakin, BPIP akan mampu mengokohkan kembali nilai-nilai Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Enam dari sepuluh responden juga menyatakan puas terhadap peran pemerintah dalam hal menjaga ideologi Pancasila.
Pancasila adalah gagasan dan rumusan ideal jati diri bangsa Indonesia. Masyarakat dan pemerintah wajib bergotong royong menjunjung tinggi dasar negara ini dari ancaman ajaran-ajaran ideologi yang berpotensi memecah belah bangsa.