Pansel Mengundang Lebih Banyak Kandidat Mendaftarkan Diri
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Panitia seleksi hakim Mahkamah Konstitusi memperpanjang masa pendaftaran hingga 7 Juni 2018. Perpanjangan ini dilakukan untuk memberikan kesempatan lebih luas kepada para akademisi dan ahli dari berbagai institusi dan lembaga pendidikan untuk berpartisipasi mengikuti seleksi.
Pendaftaran calon hakim MK sebenarnya telah berakhir pada 31 Mei lalu. Namun, pansel memutuskan untuk memperpanjang masa pendaftaran tersebut. Hingga batas akhir, pada 31 Mei lalu, calon masih banyak bertanya atau berniat untuk mendaftarkan diri. Perpanjangan ini juga diharapkan bisa menjaring lebih banyak pendaftar untuk membuat seleksi yang lebih kompetitif dan sehat.
“Kami memutuskan untuk memperpanjang, karena pada hari-hari terakhir pendaftaran mau ditutup masih banyak yang bertanya boleh atau tidaknya mendaftar. Akhirnya kami putuskan untuk dibuka saja atau diperpanjang,” kata Harjono, Ketua Pansel Hakim MK, saat dihubungi Minggu (3/6/2018) dari Jakarta.
Hingga Minggu, ada 16 pendaftar yang telah menyerahkan persyaratan seleksi hakim MK. Beberapa di antaranya adalah nama-nama yang cukup dikenal oleh publik, antara lain Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Enny Nurbaningsih, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Ni’matul Huda, dan pengajar HTN Universitas Padjadjaran Bandung Susi Dwi Harijanti.
Anggota pansel hakim MK Zainal Arifin Mochtar mengatakan, pansel memiliki waktu yang relatif pendek untuk melakukan seleksi. Oleh karenanya, perpanjangan masa pendaftaran itu tidak bisa terlalu lama. Pada 7 Juni, pansel sekaligus akan mengumumkan siapa saja calon yang memenuhi syarat administratif.
“Proses seleksi terpotong masa libur Lebaran yang relatif panjang, sehingga seleksi tertulis kemungkinan dilakukan pada 20 Juni,” kata Zainal.
Pansel menargetkan sudah bisa memberikan tiga nama hasil seleksi kepada Presiden Joko Widodo, pada akhir Juli, atau awal Agustus 2018. Presiden sedikitnya memerlukan waktu seminggu untuk menentukan satu calon yang terpilih dari tiga calon hakim yang diusulkan oleh pansel.
Harjono mengatakan, hakim yang terpilih harus siap bekerja dan mengimbangi ritme hakim-hakim lainnya. Pada 13 Agustus mendatang saat hakim baru dilantik, MK diperkirakan mulai memeriksa sejumlah perkara sengketa Pilkada. “Hakim terpilih harus siap bekerja atau ready to use,” ujarnya.
Integritas penting
Pengajar hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Hifdzil Alim mengatakan, integritas menjadi hal paling penting bagi hakim. Integritas menjadi pondasi dan pertahanan idealisme hukumnya dalam memutus perkara. “Ketika integritasnya rusak, maka rusaklah semua putusannya,” katanya.
Oleh karenanya, pansel hakim MK diharapkan jeli dalam menelusuri rekam jejak pendaftar calon hakim. Di samping itu, sikap nonpartisan hakim juga harus menjadi salah satu tolok ukur dalam mengukur integritas mereka.
“Dalam memilih hakim MK, syarat nonpartisan sangat penting. Tidak tertutup kemungkinan hakim MK akan membayar utang keterpilihan melalui satu atau dua putusan yang berkaitan dengan pemilihnya. Hal demikian tidak boleh dianggap wajar. Nonpartisan ini penting untuk menjaga kualitas putusan hakim, selain tentunya juga kompetensi dan pengalaman yang dimiliki oleh hakim itu,” tutur Hifdzil.
Oce Madril, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), mengatakan, selain integritas dan kompetensi pribadi, hakim MK diharapkan orang yang memiliki perspektif dalam perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan antikorupsi. “Pada dasarnya konstitusi itu menjamin dan melindungi HAM, serta penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karenanya, hakim terpilih seharusnya memiliki perspektif yang memadai mengenai HAM dan antikorupsi,” ujarnya.