JAKARTA, KOMPAS — Keputusan dewan Arbitrase di London, Inggris, memerintahkan Pemerintah Indonesia membayar ganti rugi kepada Avanti sebesar 20,075 juta dollar AS. Kelalaian membayar jumlah ini bisa berakibat pada penyitaan aset Pemerintah Indonesia di luar negeri.
Keputusan London Court of International Arbitration pada 6 Juni ini disampaikan secara resmi di situs Avantiplc.com serta beberapa situs telekomunikasi internasional. Saat dimintai keterangan, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Totok Sugiharto, Senin (11/6/2018), mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan informasi dari tim yang berangkat ke London.
Hotman Paris Hutapea, pengacara bisnis internasional, mengatakan, Indonesia wajib membayar ganti rugi sebesar yang dengan kurs Rp 13.000 sama dengan Rp 261 miliar itu. Menurut dia, dengan sudah turunnya keputusan itu, tidak lagi ada ruang untuk negosiasi. Ia memperingatkan, apabila ganti rugi itu tidak dibayarkan, bisa mengakibatkan penyitaan aset milik Pemerintah Indonesia di luar negeri. ”Bisa saja aset kita di luar negeri disita karena arbitrase itu berlaku internasional dan Indonesia sudah meratifikasinya. Yang paling berisiko adalah gedung KBRI di London,” kata Hotman.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, slot orbit satelit di 123 Bujur Timur di atas Sulawesi dan khatulistiwa harus dipertahankan karena kebutuhan teknologi. Upaya negosiasi pun dilakukan untuk menghadapi tuntutan PT Avanti Communication Group di pengadilan arbitrase di Inggris (Kompas, 15 Mei 2018).
Avanti, perusahaan komunikasi berbasis di Inggris, mengajukan tuntutan kepada Kemhan karena tidak dapat memenuhi pembayaran sewa satelit sejak akhir 2016- 2017. Avanti kemudian menghentikan kontrak dan memperkarakan Pemerintah RI ke Dewan Arbitrase Internasional di Inggris. Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemhan 16,8 juta dollar Amerika Serikat (Kompas, 6 April 2018). Sebelumnya, Kemhan menandatangani kontrak pembelian satelit dengan Airbus. Namun, kontrak tersebut berhenti sehingga demi mengisi slot 123 BT agar tidak diisi negara lain, Kemhan menyewa satelit dari Avanti yang bernama Artemis.
Keterangan resmi di Avanti.com, pada 9 Agustus 2017, Avanti Communications Limited memasukkan gugatan melawan Kemhan. Dalam gugatan tersebut, Avanti menuntut Kemhan RI melunasi semua utangnya, penyewaan Artemis.
Hotman mengingatkan, ada konsekuensi apabila Indonesia tidak membayar atau menunda pembayaran. Penundaan pembayaran bisa berakibat pada penalti yang besarnya bergantung pada putusan Arbitrase. Dalam putusan Arbitrase London yang diumumkan hanya disebutkan kalau ganti rugi dibayarkan paling lambat 31 Juli 2018. ”Tergantung putusannya, bisa ada penalti, maka ada denda kalau telat membayar,” kata Hotman.
Menurut Hotman, tidak ada efek politis dari keputusan ini. Hal ini murni bisnis. Ia hanya menyayangkan, pemerintah tidak menggunakan tenaga profesional pengacara. ”Pemerintah pakai Kejaksaan Tata Usaha Negara, padahal mereka kan kurang pengalaman. Perusahaan Inggris itu tahu, aset Indonesia banyak ada di luar negeri,” kata Hotman.