JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum mempermudah prosedur penggunaan hak suara pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 di 171 daerah. Para pemilih yang sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan membawa formulir model C6 atau surat pemberitahuan bisa menggunakan hak pilih tanpa harus menunjukkan kartu tanda penduduk elektronik atau surat keterangan pengganti KTP-el.
Prosedur yang lebih longgar ini tercantum dalam surat edaran KPU Nomor 574/PL.03.6-SD/06/KPU/VI/2018 tentang Penyelenggaraan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan 2018, tertanggal 8 Juni 2018. Hal ini, selain untuk menjaga agar tingkat partisipasi masyarakat tidak turun akibat keharusan membawa KTP-el atau suket pengganti KTP-el, juga sebagai jawaban dari surat Bawaslu tentang penggunaan KTP-el atau suket pengganti KTP-el di hari pemungutan suara pilkada.
Sebelumnya, pada PKPU 8 Tahun 2018 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada Serentak 2018, pada Pasal 7 Ayat 2 disebutkan bahwa pemilih yang hendak menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara (TPS) menunjukkan formulir C6 dan wajib menunjukkan KTP-el atau surat keterangan kepada petugas di TPS. Pengaturan ini muncul sebagai antisipasi potensi kecurangan berupa penggunaan formulir C6 oleh orang tak berhak.
Dalam SE KPU Nomor 574, poin kedua disebutkan bahwa pemilih memang harus menunjukkan formulir C6, serta diminta untuk menunjukkan KTP-el dan suket pengganti KTP-el. Namun, jika pemilih yang terdaftar di DPT tidak bisa menunjukkan KTP-el atau suket, mereka diperbolehkan menggunakan hak pilihnya dengan ketentuan petugas di TPS memastikan bahwa formulir C6 yang dibawa sesuai dengan identitas pemilih yang bersangkutan. Prosedur ini kembali ke pengaturan pada Pilkada Serentak 2015 dan 2017.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi di Gedung KPU di Jakarta, Senin (11/6) menuturkan, pengaturan ini disusun setelah KPU menerima masukan saat menyelenggarakan berbagai sosialisasi di daerah. Muncul kritik terhadap kewajiban menunjukkan KTP-el dan surat keterangan pengganti KTP-el dari penyelenggara di daerah, termasuk bagi pengawas pemilu.
“Dengan pengaturan (SE 574) maka jika ada pemilih yang diragukan, maka petugas baru meminta orang itu untuk menunjukkan KTP-el atau suket pengganti KTP-el. Pengecualian hanya orang yang tidak terdaftar dalam DPT atau diragukan identitasnya, atau orang yang tidak dikenali oleh petugas TPS,” kata Pramono.
Anggota Badan Pengawas Pemilu M Afifuddin menyambut baik perubahan prosedur itu. Menurut dia, Bawaslu memang sempat berkirim surat ke KPU berisi beberapa poin penting, termasuk menanyakan penanganan pemilih terdaftar yang tidak membawa KTP-el atau suket pengganti KTP-el. Dengan ada pengaturan di SE 574, Afifuddin berharap hal itu akan lebih memudahkan para pemilih.
Selain itu, dia juga mengingatkan masih adanya potensi pemilih yang belum sepenuhnya masuk dalam DPT. Dia berharap KPU dan Kementerian Dalam Negeri bisa segera mengakomodasi pemilih yang berhak tetapi masih terganjal persoalan administrasi. Dia mencontohkan, belum lama ini, pengawas di Kota Bekasi menemukan ada sekitar 400 pemilih dengan kebutuhan khusus grahita belum masuk DPT. Dia mengaku sudah menyampaikan hal ini ke KPU untuk ditindaklanjuti.