JAKARTA, KOMPAS - Sikap Partai Demokrat yang akhir-akhir ini mensinyalkan akan membentuk poros koalisi sendiri di Pemilu Presiden 2019 dan beberapa kali mengkritik pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai PDI Perjuangan sebagai wujud inkonsistensi Demokrat dalam berpolitik. PDI-P sebagai partai utama pengusung Jokowi pada Pemilu Presiden 2019 pun menilai penjajakan koalisi sulit dilakukan dengan Demokrat.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto di Jakarta, Selasa (12/6/2018), mengatakan, komunikasi dengan Demokrat untuk menjajaki kerja sama
pada 2019 awalnya berlangsung lancar. Sinyal dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan adanya dialog yang positif dan potensial untuk kedua partai berkoalisi.
Namun, belakangan, sikap itu tampak berubah. Apalagi sejak orasi politik Agus Harimurti Yudhoyono, putra Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (9/6/2018), yang didorong Demokrat untuk menjadi capres pada Pemilu 2019. Dalam orasinya, Agus mengkritik pemerintahan Jokowi-Kalla, termasuk mempertanyakan kelanjutan ”revolusi mental” yang gencar digaungkan Jokowi saat Pemilu 2014.
Hasto menilai, Demokrat inkonsisten dengan menyampaikan kritik yang tidak obyektif terhadap pemerintahan Jokowi.
”Setiap partai punya strategi. Namun, kalau kritik, itu seharusnya diberikan berdasarkan obyektivitas, bukan didasarkan pada kepentingan politik. Ketika mau ketuk pintu, ceritanya yang baik-baik. Ketika ada agenda, memberikan kritik yang berbeda. Rakyat melihat inkonsistensi di situ,” katanya.
Perbedaan menajam
Atas dasar itu, Hasto menilai, kans PDI-P untuk berkoalisi dengan Demokrat di Pemilu 2019 semakin kecil. Selain sikap Demokrat yang inkonsisten, ia mengatakan, ada beberapa perbedaan pandangan yang menajam antara PDI-P dan Demokrat dalam dinamika komunikasi politik selama ini.
Pertama, perbedaan sikap dan konfigurasi politik PDI-P dengan Demokrat di Pilkada 2018, seperti di Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
”Tentu saja pilkada senapas dengan pileg dan pilpres. Ketika di pilkada ada perbedaan yang tajam, tentu itu juga kurang kondusif untuk membangun kerja sama ke depan,” katanya.
Ada beberapa perbedaan pandangan yang menajam antara PDI-P dan Demokrat dalam dinamika komunikasi politik selama ini.
Selain itu, perbedaan itu juga tampak dalam berbagai isu strategis, seperti terkait sistem pemilu dan radikalisme. ”Itu menjadi hal-hal yang sangat menentukan dalam komunikasi keseharian untuk bekerja sama,” ujar Hasto.
Kendati demikian, Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDI-P Puan Maharani menilai, kritik Demokrat ke pemerintahan Jokowi sebagai hal yang biasa terjadi dalam politik. Terlebih hingga kini Demokrat belum bersikap terkait 2019.
Pergeseran sikap Demokrat tampak lewat orasi politik Agus, akhir pekan lalu. Nuansa orasi politik Agus berbeda dari pidato politik Susilo Bambang Yudhoyono dalam forum Rapat Pimpinan Nasional Demokrat pada Maret 2018. Saat itu, Yudhoyono memuji-muji pemerintahan Jokowi dan akan ikut mendukung pencalonan Jokowi pada Pemilu Presiden 2019 dengan sejumlah syarat tertentu.
Menurut Sekretaris Partai Demokrat Hinca Panjaitan, pada Pilpres 2019 Demokrat tak akan berkoalisi dengan Koalisi Keumatan yang dibentuk Partai Gerindra ataupun koalisi Presiden Jokowi yang disebutnya sebagai Koalisi Kekuasaan. Demokrat tengah menggodok koalisi yang disebut Koalisi Kerakyatan. Hinca juga memberi sinyal bahwa Demokrat akan memunculkan Agus sebagai calon presiden.