Mudik Rasa Politik
Mendekati hari raya Idul Fitri, partai politik kembali berlomba- lomba menggelar mudik gratis. Kegiatan ini tidak sepenuhnya hanya untuk membantu masyarakat yang hendak merayakan Lebaran di kampung halaman, tetapi juga ada pesan politik terselip di baliknya.
Dari dua titik di Jakarta, yakni Stasiun Kereta Api Pasar Senen dan kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Selasa (12/6/2018) lalu, PDI-P memberangkatkan 8.829 pemudik ke kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Sebagian besar atau 8.104 pemudik menggunakan 143 bus dari Lenteng Agung. Sisanya, atau 725 pemudik, menggunakan sejumlah kereta api dari Senen.
Keberangkatan para pemudik itu tak tanggung-tanggung dilepas sejumlah elite di PDI-P. Di Lenteng Agung, keberangkatan pemudik dilepas putri Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, yang juga Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Sementara di Senen, Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto yang melepas keberangkatan para pemudik.
Menurut Ketua Panitia Mudik Gratis PDI-P Utut Adianto, mudik gratis menjelang Lebaran tahun ini merupakan upaya meneruskan tradisi mudik gratis oleh PDI-P sejak tahun 2003.
Jumlah pemudik yang diberangkatkan dari tahun ke tahun pun terus ditambah. Sebagai perbandingan, jumlah pemudik yang mengikuti mudik gratis PDI-P tahun lalu hanya sekitar 5.000 orang.
Kemudian jika tahun-tahun sebelumnya hanya dengan bus, tahun ini ditambah kereta api. Menurut Hasto, mudik dengan kereta api sekaligus sebagai bentuk dukungan kepada pemerintahan Joko Widodo terhadap pengembangan transportasi massal.
Memberangkatkan ribuan pemudik itu jelas membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Untuk itu, menurut anggota DPR dari PDI-P, Charles Honoris, kader-kader PDI-P gotong royong. ”Gotong royong” itu tidak hanya dari kader PDI-P di pusat seperti yang saat ini menjabat anggota DPR, tetapi juga kader PDI-P di daerah, seperti mereka yang kini menjabat kepala/wakil kepala daerah.
”Ada yang menyumbang dana, ada juga yang mengirimkan bus seperti yang dilakukan kader PDI-P di daerah yang menjabat di eksekutif. Seluruh kader sukarela saja. Tidak ada keharusan dari partai untuk menyumbang berapa dan apa bentuknya,” katanya.
Keuntungan elektoral
Gotong royong partai ini, menurut Utut, menunjukkan kerja nyata partai untuk membantu masyarakat agar mereka dapat merayakan Lebaran di kampung halamannya.
”Jadi urusan partai itu tidak semata urusan mengejar elektoral,” katanya.
Namun, apakah betul demikian?
Di Jalan Raya Lenteng Agung, depan lokasi kantor DPP PDI-P, tempat bus diberangkatkan, terbentang dua spanduk calon gubernur-wakil gubernur Jawa Tengah dan Jawa Timur yang diusung PDI-P. Gambar mereka disertai logo PDI-P lengkap dengan nomor urut partai di Pemilu 2019. Kehadiran spanduk ini setidaknya menyiratkan keinginan partai agar pemudik ingat PDI-P pada 2019 dan calon PDI-P di Pilkada 2018, 27 Juni mendatang.
Jika PDI-P tidak terang benderang menyampaikan kepentingan politiknya di balik mudik gratis, lain halnya dengan sejumlah partai politik lain yang juga menggelar mudik gratis.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto saat melepas 15 bus berisi peserta mudik gratis Golkar, Sabtu (9/6/2018), terang-terangan berharap kepada para pemudik untuk menyampaikan kepada keluarganya di kampung halaman agar memilih calon kepala-wakil kepala daerah yang diusung Golkar di Pilkada 2018.
Begitu pula Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar saat melepas 20 bus berisi peserta mudik gratis pada Minggu (10/6/2018). Ia terang-terangan berharap pemudik mendoakannya menjadi presiden atau wakil presiden pada 2019.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto, menilai wajar jika pada saat mendekati Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, partai mencoba menarik simpati publik dengan mudik gratis.
”Kian dekat ke waktu pemilihan, partai tentu memanfaatkan momen-momen yang ada untuk menunjukkan partai bekerja nyata membantu masyarakat. Ini dengan harapan meraih keuntungan elektoral saat pemilihan nanti. Hal itu jelas terlihat, tidak perlu ditutup-tutupi, dan hal yang wajar saja,” katanya.
Partai tentu memanfaatkan momen-momen yang ada untuk menunjukkan partai bekerja nyata membantu masyarakat. Ini dengan harapan meraih keuntungan elektoral saat pemilihan nanti
Di tengah mayoritas masyarakat yang belum rasional dalam menentukan pilihannya saat pemilu, upaya nyata partai itu bisa lebih efektif daripada sekadar menyampaikan visi dan misi partai atau calon pemimpin yang diusung partai melalui pidato politik.
”Sebab, dengan cara yang nyata, seperti mudik gratis, itu lebih bisa menyentuh emosi publik, perasaan publik. Dan, kalau emosi publik ini sudah tersentuh, publik bisa fanatik kepada partai atau calon pemimpin tertentu,” katanya.
Namun, harapannya tidak berhenti di sana. Partai juga harus ingat tanggung jawabnya, melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, guna mendorong perubahan perilaku pemilih menjadi lebih rasional. Dengan demikian, kelak para pemimpin bangsa dipilih dengan pertimbangan rasional, bukan perasaan.