Aksi Teror Pascaputusan Aman Abdurrahman Diantisipasi
Oleh
Riana A Ibrahim/Nikolaus Harbowo/Samual Oktora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aparat keamanan terus memperkuat pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme. Jumat (22/6/2018), polisi menembak mati M, terduga teroris, di Pamanukan, Jawa Barat, yang hendak melakukan aksi amaliyah pada 27 Juni atau bersamaan dengan pilkada.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Muhammad Iqbal mengatakan, M diduga termasuk kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Haurgeulis, Indramayu, dan Subang. M ditembak karena melawan petugas. Dari M, polisi menyita pisau dan ransel berisi bom.
Penangkapan dilakukan di Jalan Eyang Tirtapraja, dekat Gereja Bethel Indonesia, Pamanukan, Jawa Barat, kemarin sekitar pukul 15.00 WIB.
Kewaspadaan juga ditingkatkan menyusul hukuman mati yang dijatuhkan atas Aman Abdurrahman, pendiri JAD. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum mati Aman karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 14 juncto Pasal 7 undang-undang yang sama.
”Terdakwa terbukti sebagai penganjur dan penggerak amaliyah yang menyebabkan banyak korban meninggal dan luka berat, bahkan merenggut masa depan anak-anak yang menjadi korban,” ujar Ketua Majelis Hakim Akhmad Zaini.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang bisa meringankan hukuman Aman.
Majelis hakim juga menyebut Aman menganggap demokrasi merupakan bentuk penyekutuan terhadap Allah serta menentang pimpinan negara dan lembaga. Kemudian, ia turut membentuk wadah bagi simpatisan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Ia terbukti terlibat dalam empat aksi teror, yaitu bom Thamrin, Jakarta (2016); bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur (November 2016); bom Kampung Melayu, Jakarta (Mei 2017); dan penyerangan di Markas Polda Sumut (Juni 2017).
Berdasarkan data Kejaksaan Agung, Aman merupakan terpidana mati ke-9 dalam kasus terorisme. Sebelumnya, ada Imran bin Muhammad Zein, Salman Hafidz, dan Maman Kusmayadi dari Komando Jihad terkait dengan pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla pada 1981. Kemudian, ada Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudera dari Jamaah Islamiyah terkait dengan peledakan bom di Bali tahun 2002. Keenam orang ini telah dieksekusi.
Adapun dua orang lainnya, yaitu Rois alias Iwan Darmawan Mutho dan Ahmad Hasan, yang terlibat dalam peledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia pada 2004 masih menunggu eksekusi hingga saat ini.
Dilematis
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, khawatir vonis mati terhadap Aman justru memantik dukungan yang kian besar dari para simpatisannya mengingat salah satu tujuan aksi selama ini adalah mati secara syahid.
”Ini berbahaya, apalagi bagi orang-orang yang baru saja bersimpati dengan Aman dan belajar ideologinya secara instan via media sosial,” ujarnya.
Namun, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal TNI (Purn) Teddy Lhaksamana menjamin tidak akan ada aksi teror baru pascavonis mati terhadap Aman. Ia memastikan bahwa kelompok lain tak akan terpicu untuk melakukan teror.
”Saya kira, tidak akan ada aksi teror baru. Itu bisa diantisipasi. Masa keinginannya ribut melulu,” ujar Teddy.
Meskipun demikian, Teddy mengatakan, pihaknya akan meningkatkan kewaspadaan dalam penanggulangan aksi terorisme.
Hal senada diungkapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Menurut dia, aparat keamanan terus memperkuat penanggulangan aksi terorisme selama masa sebelum Lebaran, Idul Fitri, hingga menyambut pilkada.
”Kita perkuat sepanjang waktu operasi penanggulangan terorisme, buktinya sudah ada penangkapan tokoh-tokoh teroris. Makanya, aparat keamanan melakukan kewaspadaan yang cukup tinggi agar kegiatan terorisme tidak lagi menjadi ancaman terus-menerus kepada masyarakat,” ucap Wiranto.
Aparat keamanan melakukan kewaspadaan yang cukup tinggi agar kegiatan terorisme tidak lagi menjadi ancaman terus-menerus kepada masyarakat.
Pada Selasa (19/6/2018), tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap empat terduga teroris di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Penangkapan ini sebagai bentuk pencegahan terhadap aksi teror yang diduga akan dilakukan selama masa Lebaran.
Kepolisian Daerah Jawa Barat pun meningkatkan kewaspadaan dan pengamanan di lingkungan markas komando ataupun saat anggota bertugas di lapangan pascavonis mati terhadap Aman Abdurrahman.
”Peningkatan kewaspadaan dilakukan mengacu pada eskalasi keamanan, begitu juga pascavonis mati Aman Abdurrahman. Instruksi untuk meningkatkan kewaspadaan juga sudah diberikan Pak Kapolri pascateror bom di Surabaya, Jawa Timur, Mei lalu,” tutur Kepala Bidang Humas Polda Jabar Ajun Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko di Bandung, Jumat.
Sebelumnya, pada 15 Mei 2018, Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto di Bandung, pascateror bom Surabaya, memimpin langsung patroli untuk mengecek kesiapan anggota di lapangan.
Saat itu, Agung memastikan langsung anggota polisi yang bertugas di lapangan supaya mengenakan rompi antipeluru atau senjata tajam. Pasalnya, sasaran teror dan penyerangan antara lain gedung kantor polisi ataupun anggota polisi.