JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan menerjunkan tim pemantau pemilihan kepala daerah ke 171 daerah yang akan menggelar pesta demokrasi pada 27 Juni mendatang. Tim itu akan mengawasi tindak pelanggaran HAM selama proses pilkada berlangsung, mulai dari pemenuhan hak suara masyarakat hingga kampanye hitam, berupa ujaran kebencian, hoaks, atau isu suku, agama, ras, dan antargolongan.
Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah mengatakan, tim pemantau pilkada dari Komnas HAM akan terjun ke daerah-daerah mulai hari ini, Senin (25/6/2018), hingga Sabtu (30/6/2018). Komnas HAM akan memanfaatkan kantor-kantor di daerah untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu itu.
Pemantauan difokuskan pada daerah-daerah yang indeks kerawanan pemilunya tergolong tinggi, yakni Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, dan Papua.
”Di wilayah-wilayah itu akan dilakukan pemantauan secara intens. Pertama soal lokasi wilayah yang begitu luas dan soal data pemilih yang dalam beberapa kasus berubah-ubah. Kami ingin memastikan pemurnian suara bisa dijaga, dan hak pilih warga negara bisa dilayani dengan baik,” ujar Hariansyah, yang juga Ketua Tim Pemantauan Pilkada 2018, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (24/6/2018).
Menurut Hariansyah, hingga saat ini masih banyak warga yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik tahu bahwa mereka boleh ikut menggunakan hak pilihnya. Hal itu, menurut dia, perlu sosialisasi yang intensif dari pemerintah, terutama komisi penyelenggara pemilu, agar tidak ada penurunan partisipasi politik. Namun, ia juga menegaskan agar hal itu tidak malah dijadikan pasangan calon tertentu untuk memobilisasi suara.
”Terlepas bahwa sekarang bisa menggunakan surat keterangan sebagai sarana menggunakan hak pilih, tetapi juga harus dipastikan betul agar tidak disalahgunakan. Kami akan ikut mengawasi,” ujarnya.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga menekankan bahwa kekhawatiran menjelang pilkada adalah penggunaan isu SARA, hoaks, dan ujaran kebencian. Menurut Taufan, pihak kepolisian dan Badan Pengawas Pemilu harus tetap siaga agar isu SARA, hoaks, dan ujaran kebencian tidak menjadi konflik berkepenjangan di daerah penyelenggara pemilu.
”Isu-isu itu tampaknya agak menguat belakangan pada hari-H. Ini perlu diwaspadai karena menjelang hari-hari di minggu tenang akan ada kampanye-kampanye negatif, baik melalui media sosial maupun selebaran, oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Taufan.