Semua ”Pintu” Digunakan Menyoal Pelarangan Pencalonan Bekas Napi Korupsi
Oleh
Antony Lee
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengajuan daftar calon anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota dimulai, dari Rabu (4/7/2018) hingga 17 Juli. Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan peraturan yang melarang partai mencalonkan bekas napi bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi, Komisi Pemilihan Umum siap menghadapi pihak yang menyoal ketentuan itu, dengan menggunakan berbagai ”pintu”.
Pengajuan daftar calon anggota legislatif berlangsung di setiap jenjang. KPU menerima pengajuan daftar calon untuk DPR, sedangkan KPU provinsi serta KPU kabupaten dan kota masing-masing menerima pengajuan daftar calon untuk DPRD provinsi serta DPRD kabupaten dan kota. Pendaftaran pada 4-16 Juli berlangsung pukul 08.00-16.00, sedangkan di hari terakhir 17 Juli, pendaftaran berlangsung hingga pukul 24.00.
Hingga pukul 12.00, ruang pendaftaran di lantai dua KPU di Jakarta masih relatif sepi. Petugas KPU sudah bersiap di 16 meja pelayanan pendaftaran yang disiapkan sesuai dengan jumlah partai politik di tingkat nasional. Belum ada pengurus parpol yang mengajukan daftar calon anggota legislatif.
”Kami berharap di awal pekan pertama parpol sudah mendaftarkan calon. Jadi, kalau ada apa-apa, masih ada kesempatan panjang untuk memperbaiki,” kata anggota KPU, Hasyim Asy’ari, di KPU, Jakarta.
Setelah Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif diundangkan 3 Juli malam, pengurus partai juga harus melampirkan formulir pakta integritas berisi pernyataan tidak mencalonan bekas narapidana bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi. Tanpa pakta integritas, berkas pencalonan yang diajukan parpol akan dikembalikan oleh KPU. https://kompas.id/baca/utama/2018/07/03/pkpu-pencalonan-diselaraskan-parpol-harus-buat-pakta-integritas/
”Dalam PKPU 20/2018 ada ketentuan, salah satu yang disyaratkan adanya jaminan pimpinan parpol bahwa daftar nama calon tidak ada mantan napi yang terlibat kejahatan seksual terhadap anak, bandar narkoba, dan mantan napi kasus korupsi. Jika ada (bekas napi itu), kami kembalikan,” kata Hasyim.
Menurut Hasyim, sejauh ini sudah ada upaya menyoal pelarangan bekas napi kejahatan seksual anak, bandar narkoba, dan korupsi. Sudah ada beberapa pihak yang menguji materi PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD yang juga memuat klausul pelarangan bekas napi kejahatan seksual anak, korupsi, dan bandar narkoba menjadi calon anggota DPD. KPU sudah menjawab gugatan tersebut dan menunggu putusan atas uji materi itu.
Hasyim memperkirakan PKPU 20/2018 ini juga berpotensi diuji materi oleh sejumlah pihak. Selain itu, terkait dengan penerbitan PKPU 20/2018, dia mengaku KPU juga sudah diadukan melanggar kode etik ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). ”Segala pintu menyoal (pelarangan), ya, harus kami hadapi. Itu risiko,” kata Hasyim.
Potensi sengketa
Hasyim juga mempersilakan jika ada partai politik yang mengajukan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) apabila mereka tetap mencalonkan bekas napi korupsi, kejahatan seksual anak, dan bandar narkoba kemudian ditolak KPU. Namun, dia juga mengingatkan bahwa pada prinsipnya pendaftaran calon dilakukan oleh partai politik sehingga seyogianya yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa pencalonan bukan bakal calon, melainkan pengurus partai politik.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan, pakta integritas dalam PKPU 20/2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif tidak mengikat karena Undang-Undang Pemilu memperbolehkan bekas narapidana mencalonkan diri. Dia mengatakan, bakal caleg bekas napi korupsi yang pencalonannya ditolak KPU tetap bisa menggugat ke Bawaslu jika tidak puas. Dia meyakini Bawaslu akan mengabulkan gugatan tersebut karena UU Pemilu memperbolehkan bekas napi untuk mencalonkan diri (Kompas, 04/07/2018). https://kompas.id/baca/utama/2018/07/04/partai-politik-diyakini-tetap-ajukan-bekas-napi-jadi-caleg/
Namun, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini berpandangan berbeda. Dia mengingatkan semua pihak untuk menghormati dan mematuhi PKPU 20/2018 yang sudah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dia juga meminta Bawaslu berpedoman pada PKPU tersebut.
”Selama tidak ada pembatalan PKPU oleh Mahkamah Agung, PKPU sah dan berlaku dan mengikat semua pihak, termasuk Bawaslu,” kata Titi.