JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu menelusuri laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pilkada serentak 2018 dari 39 pasangan calon yang terindikasi melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasangan calon yang terbukti melaporkan dana kampanye tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya akan dijerat sanksi pidana.
Indikasi pelanggaran tersebut muncul dari hasil pengawasan yang dipadukan dengan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) yang diserahkan pasangan calon kepala daerah kepada Komisi Pemilihan Umum di daerah pada 24 Juni lalu.
Saat ini, laporan tersebut masih diaudit kepatuhan oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU daerah. Sesuai jadwal, hasil audit akan disampaikan pada 11-13 Juli.
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, di Jakarta, Jumat (6/7/2018), menuturkan, 39 pasangan calon yang terindikasi melanggar peraturan terkait dana kampanye itu ada yang bertarung pada pemilihan gubernur ataupun bupati dan wali kota. Sebelum melanjutkan ke penindakan, Bawaslu masih akan menunggu selesainya hasil audit yang dilakukan kantor akuntan publik terhadap peserta pilkada.
”Kalau sudah ada hasil audit, apakah dinyatakan sesuai atau tidak, akan menjadi acuan kami untuk melanjutkan ke proses lebih tinggi,” kata Fritz.
Dia mencontohkan, ada beberapa pasangan calon yang melaporkan pengeluaran dana kampanye untuk mengundang dua sampai tiga artis. Namun, dalam catatan pengawas pemilihan di daerah, pasangan calon itu ternyata mengundang enam artis. Hal ini mengindikasikan adanya laporan yang tidak benar dalam pendanaan kampanye.
Selain itu, juga ada indikasi penerimaan sumbangan dana kampanye melebihi ketentuan maksimal, yaitu Rp 75 juta untuk sumbangan dari perseorangan dan Rp 750 juta dari korporasi.
Ancaman penjara
UU No 10/2016 tentang Pilkada menyatakan, pemberi dan penerima dana kampanye yang melebihi batas diancam pidana penjara minimal 4 bulan dan maksimal 24 bulan serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Selain itu, pada Pasal 187 Ayat 7 UU Pilkada disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dipidana penjara paling singkat 2 bulan atau paling lama 12 bulan serta denda.
”Kami berkomitmen untuk benar-benar menegakkan keadilan dalam ranah dana kampanye,” lanjut Fritz.
Pemberi dan penerima dana kampanye yang melebihi batas diancam pidana penjara minimal 4 bulan dan maksimal 24 bulan serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, menilai, Bawaslu sebenarnya tidak perlu menunggu hasil audit kantor akuntan publik terhadap LPPDK pasangan calon. Sebenarnya, penyandingan laporan dana kampanye dengan data pengawasan hasil kerja pengawas pemilu sudah menjadi bukti kuat untuk menjerat calon yang tidak jujur melaporkan dana kampanye dan aktivitas kampanye.
Dia berharap, Bawaslu bisa benar-benar merealisasikan janji untuk menindak pelanggaran pelaporan dana kampanye.
”Kami sudah mendorong agar pengawas pemilu menjadikan pengawas pemilihan menjadikan pengawasan dana kampanye sebagai fokus aktivitas pengawasan pada masa kampanye karena selama ini hal itu terkesan tertinggal,” ujarnya.