JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta berpendapat, hak masyarakat untuk memperoleh pemimpin yang adil dan baik harus diutamakan. Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari pun dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Rita yang mengenakan blazer biru muda dipadu kerudung hitam langsung menunduk seusai Ketua Majelis Hakim Sugiyanto membacakan putusan terhadap Rita atas perkara suap dan gratifikasi.
Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018), majelis hakim juga menjatuhi hukuman pidana 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan kepada Rita.
Pencabutan hak untuk dipilih dikenakan kepada Komisaris PT Media Bangun Bersama Khaerudin yang turut menerima gratifikasi. Khaerudin harus menjalani pidana 8 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta, subsider 3 bulan kurungan. Vonis keduanya lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni 15 tahun penjara untuk Rita dan 13 tahun penjara untuk Khaerudin.
”Sesuai fakta persidangan dan pembuktian unsur, terdakwa I, Rita, selama menjalankan jabatannya yang dipilih langsung justru melakukan tindakan tak sesuai dan mengkhianati amanat masyarakat. Karena itu, perlu pencabutan hak untuk menciptakan efek jera,” ujar Sugiyanto.
Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018), majelis hakim juga menjatuhi hukuman pidana 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan kepada Rita.
Terima gratifikasi
Dalam nota pembelaan kuasa hukumnya, pekan lalu, Rita keberatan dengan tuntutan pencabutan hak politik. Dasarnya, pencabutan hak dinilai bertentangan dengan HAM.
”Hal itu harus dikesampingkan. Hak masyarakat untuk mendapatkan dan memilih pemimpin baik perlu didahulukan. Pencabutan hak politik ini untuk mencegah publik salah pilih,” kata Sugiyanto.
Dari keputusan itu, nilai gratifikasi yang terbukti menurut hakim sebesar Rp 110,7 miliar, berbeda dengan tuntutan jaksa yang disebutkan Rp 248,9 miliar. Gratifikasi yang terbukti itu terkait SKKL dan izin lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara kepada 136 perusahaan.
Keputusan tersebut juga diwarnai perbedaan soal status Khaerudin yang bukan PNS antara Sugiyanto dan hakim anggota Saifuddin Zuhri. Karena tak terpenuhinya unsur penyelenggara negara, keduanya berpandangan, Khaerudin tak bisa dipidana dan lepas dari tuntutan. Sementara tiga hakim lain berpegang pada Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sehingga Khaerudin tetap bisa dipidana.
Atas putusan ini, Jaksa Ahmad Burhanuddin menyatakan pikir-pikir, begitu juga Rita dan Khaerudin.