JAKARTA, KOMPAS - Praktik korupsi di Aceh masih terjadi karena lemahnya peran Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah. Peran APIP yang sebenarnya sangat penting untuk mengawasi pelaksanaan dana otonomi khusus selama ini diakui belum optimal karena alokasi anggaran masih tersentralisasi di provinsi, dan tanpa adanya intervensi dari pusat.
Kepala Subdirektorat Otonomi Khusus Pemerintah Aceh, DKI Jakarta, dan Yogyakarta pada Direktorat Penataan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri Raden Sartono mengatakan, setelah dana itu sampai di pemerintah provinsi, sesuai Qanun Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Kelola Dana Otsus, pelaksanaan pengelolaan dana langsung sepenuhnya di bawah pemerintah provinsi.
Gubernur diakui punya kewenangan untuk menyeleksi proposal dana untuk kabupaten dan kota. Di situlah potensi terjadinya korupsi. ”Jadi, penyimpangan ini terjadi karena adanya sentralisasi dana di provinsi. Ini bagian yang seharusnya lebih detail diawasi kembali dalam pelaksanaannya karena selama ini kurang dikontrol,” ujar Sartono di Kemendagri, Jumat (6/7/2018).
Hal senada dibenarkan Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah Ditjen Otda Kemendagri Mochamad Ardian Novianto. ”Presiden sudah mendelegasikan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan urusan dana otsus-nya. Jadi, kalau tahapan pelaksanaan sudah diserahkan (kepada daerah), pemerintah tak mungkin intervensi,” kata Ardian.
Namun, Ardian mengaku belum tahu pasti proyek yang menyebabkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi terjerat kasus korupsi. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi mengamankan pihak ketiga, kasus tersebut dipastikan terkait pengadaan barang dan jasa.
”Yang pasti korupsi itu ada di Kabupaten Bener Meriah. Kami akan melihat, apakah karena dugaan korupsi tersebut pelayanan dan pembangunan di kabupaten tersebut terhambat. Saya tak tahu masuknya pihak ketiga ini terhadap pelaksanaan otsus sesuai aturan tidak? Kami akan dalami,” ujar Ardian.
Secara terpisah, Inspektur Jenderal Kemendagri Sri Wahyuningsih mengatakan, kasus dugaan korupsi di Aceh harus dilihat jernih. Jangan sampai ada upaya mendiskreditkan kebijakan dana otsus. (BOW)