Permainan Lelang Pembangunan IPDN Sumatera Barat Rugikan Negara Rp 34,8 Miliar
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Permainan dalam lelang membuat proyek pembangunan Gedung Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bukit Tinggi, Agam, Sumatera Barat, ditaksir telah merugikan negara hingga Rp 34,8 miliar. Perkara ini membuat mantan Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Kementerian Dalam Negeri Dudy Jocom, diadili.
Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/7/2018), Jaksa Titto Jaelani menyebutkan, PT Hutama Karya telah diatur sejak awal untuk menang dalam lelang pembangunan ini. Untuk itu, lalu dilakukan sejumlah manipulasi.
“Harga perkiraan sendiri tidak disusun oleh panitia dan ada persyaratan yang diskriminatif untuk menggagalkan peserta lelang lain. Perusahaan yang diatur untuk menang, juga melakukan subkontrak fiktif yang turut menjadi bagian kerugian negara,” kata Titto.
Dari angka kerugian negara Rp 34,8 miliar dalam perkara ini, Dudy didakwa memperoleh uang Rp 4,2 miliar atas tindakannya. Pihak lain yang merupakan jajaran panitia lelang diperkaya RpRp 4,6 miliar. Kemudian PT Hutama Karya juga diperkaya mencapai Rp 22,08 miliar. Perusahaan yang ditunjuk sebagai subkontrak juga memperoleh, yakni CV Prima Karya Rp 3,34 miliar, CV Restu Kreasi Mandiri Rp 265,7 juta, dan PT Yulian Berkah Abadi Rp 79,4 juta.
Sepakat
Sebelum lelang dimulai, Dudy dan Senior Manager Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya Bambang Mustaqim didakwa telah sepakat mengenai pemenang lelang. Berdasarkan kesepakatan tersebut, PT Hutama Karya membuatkan dokumen penawaran untuk peserta lelang lain, antara lain, PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Adhi Karya, dan PT Pembangungan Perumahan.
“Pembuatan dokumen penawaran ini jelas bertentangan dengan aturan pengadaan barang/jasa. Selanjutnya, PT Hutama Karya dinyatakan menang. Terdakwa pun mulai menyampaikan permintaan untuk pemenuhan komitmen fee kepada pihak PT Hutama Karya,” ujar Titto.
Pemberian imbalan tersebut diwujudkan secara bertahap. Namun belakangan saat pengerjaan, PT Hutama Karya justru mensubkontrakkan pekerjaannya kepada perusahaan lain. Bahkan ada subkontrak fiktif. Pembangunan pun tidak tuntas, hanya mencapai 32 persen. Namun, Kementerian Dalam Negeri tetap melakukan pembayaran hingga lunas.
Atas perbuatannya tersebut, Dudy dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dakwaan ini, Dudy dan kuasa hukumnya Adardam Achyar tidak mengajukan eksepsi. Ketua majelis hakim Sunarso kemudian menjadwalkan, pekan depan sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.