JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah partai politik yang sampai saat ini belum menentukan arah koalisinya pada Pemilu 2019 masih terus mengkaji pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dan koalisi partai pengusungnya. Keputusan diyakini baru akan diambil menjelang hari terakhir pendaftaran capres/ cawapres ke KPU, 10 Agustus 2018, karena hal ini bagian dari strategi untuk memenangi Pilpres 2019.
Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria, Kamis (12/7/2018), di Jakarta, mengatakan, nama cawapres pendamping Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sudah mengerucut ke lima nama. Mereka adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menurut Riza, cawapres dari Gerindra akan diumumkan pada saat-saat terakhir. Pasalnya, situasi dan kondisi politik terbaru, termasuk dalam menakar pasangan calon dari kontestan lain, akan jadi pertimbangan penting.
Secara terpisah, Sekjen DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan partainya terus berkomunikasi dengan partai lain dan mengkaji pasangan capres/cawapres yang bisa memenangi Pemilu 2019. ”Kita juga terus saling intip. Ini akan terus terjadi hingga nanti, mendekati 10 Agustus,” ujarnya.
Adapun Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengatakan, partainya berkomitmen menghadirkan capres lain di luar Jokowi kepada masyarakat. Namun, untuk itu, PAN harus berkoalisi dengan partai lain. ”Jika Prabowo mengajak Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan jadi cawapres, kami siap langsung deklarasi,” katanya.
Cawapres untuk Jokowi
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan bertemu dengan Jokowi pada Rabu lalu. Dalam pertemuan tersebut, Muhaimin mengaku ada pembicaraan mengenai sosok cawapres pendamping Jokowi yang disebut-sebut sudah mengerucut. Namun, nama cawapres itu baru akan dikemukakan dan diputuskan saat pertemuan antara Jokowi dan ketua umum partai-partai pendukung.
Muhaimin masih meyakini dirinya akan dipilih menjadi cawapres Jokowi. Ia mengaku tidak menyiapkan skenario cadangan jika tidak dipilih menjadi cawapres. Namun, menampik anggapan, PKB sudah pasti dengan Jokowi dan menutup peluang berkoalisi dengan partai lain.
Ketua DPP PDI-P Andreas Pareira mengatakan, posisi cawapres Jokowi untuk Pemilu 2019, masih belum final. PDI-P masih menunggu hasil uji materi yang diajukan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) tentang syarat masa jabatan calon wakil presiden yang diatur di penjelasan Pasal 169 Huruf n UU Pemilu
Penjelasan Pasal 169 Huruf n UU Pemilu itu berbunyi, ”Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari lima tahun”. Penjelasan Pasal 169 Huruf n itu membuat Jusuf Kalla tidak dapat maju lagi sebagai cawapres Jokowi pada Pemilu 2019.
Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah mengatakan, MK memang pernah menolak uji materi aturan pembatasan jabatan wakil presiden yang menjadi syarat pencalonan presiden/wakil presiden. Namun, uji materi itu tidak diterima karena kedudukan hukum pemohon lemah.
PDI-P, lanjut Basarah, akan taat pada hukum. Apa pun putusan MK diikuti. Jika MK memutuskan menolak uji materi itu, Kalla tidak akan dipaksakan menjadi cawapres Jokowi. Namun, jika sebaliknya, keputusan memasangkan kembali Kalla dengan Jokowi di 2019, akan diserahkan kepada Jokowi, Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri, dan ketua umum partai lain pendukung Jokowi.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, dari komunikasi PPP dengan Jokowi ataupun partai lain pendukung Jokowi selama ini, nama Kalla tidak ikut dibahas sebagai figur yang memungkinkan untuk menjadi cawapres Jokowi. Ini karena ada pikiran Kalla terbentur aturan untuk bisa maju kembali menjadi cawapres. Namun, jika uji materi yang diajukan Perindo dikabulkan, Kalla tetap berpeluang menjadi cawapres Jokowi.
Sementara itu, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia mendorong ketua umumnya, Moeldoko, menjadi pendamping Jokowi di Pilpres 2019.