Sebanyak 32 Persen Orang Indonesia Mengaku Pernah Korupsi
Oleh
M Hernowo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Korupsi diharapkan dapat lenyap dari Indonesia saat bangsa ini memperingati 100 tahun kemerdekaannya pada tahun 2045. Untuk mewujudkan itu, diperlukan keterlibatan aktif generasi muda dengan berhenti melakukan korupsi saat berurusan dengan aparat dan instansi negara.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Togi Pangaribuan mengatakan, 32 persen orang Indonesia mengaku pernah melakukan korupsi. Masyarakat biasanya terlibat perilaku korup kecil atau petty corruption seperti menyuap polisi lalu lintas saat terkena tilang. Sementara itu, pihak swasta adalah pemberi suap nomor satu dalam kasus korupsi besar (grand corruption).
“Budaya korupsi telah ada dalam birokrasi zaman kolonial yang menciptakan hubungan transaksional patron-klien. Aparat pemerintahan sebagai patron dan masyarakat sebagai kliennya. Ini berlanjut sampai sekarang,” kata Togi, Jumat (13/7/2018).
Togi menyampaikan hal itu dalam acara talkshow bertajuk “Menuju Visi Indonesia 2045: Kontribusi Pemuda dalam Membangun Bangsa” yang diadakan oleh Indonesian Diaspora Network Global. Hadir pula sebagai pembicara politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany dan Duta Pemuda Pelajar Kemenpora Gloria Natapradja Hamel.
Meritokrasi
Untuk mendukung pemerintah mencegah dan memberantas korupsi, Togi mengajak generasi milenial menumbuhkan budaya meritokrasi melalui pendidikan, serta berhenti terlibat dalam petty corruption.
Selain itu, para pemuda dapat memanfaatkan teknologi untuk memberantas korupsi. “Generasi milenial punya sumber daya teknologi serta waktu untuk berinovasi. Situs ipaidabribe.com dari India bisa menjadi inspirasi agar generasi muda bisa meningkatkan kesadaran antikorupsi,” kata Togi, sembari merujuk pada situs yang mewadahi keluhan masyarakat yang terpaksa menyuap untuk mendapat pelayanan publik.
Untuk mencegah korupsi, Tsamara mengatakan, pihaknya akan mendukung pembuatan UU Anggaran Elektronik (E-Budgeting) di level nasional. Harapannya, transparansi anggaran dapat ditingkatkan sehingga anggaran yang mencurigakan dapat diperiksa.
“Semua permasalahan kita akarnya dari korupsi. Kita akan upayakan mengegolkan UU E-Budgeting ketika masuk ke DPR. KPK juga harus bisa mengakses anggaran di pusat maupun daerah sehingga dapat mencegah korupsi sejak dini,” kata Tsamara.
Menurut Tsamara, masyarakat juga perlu mendapat pendidikan politik untuk mencegah praktik politik transaksional, terutama menjelang Pemilu 2019. Caleg dan parpol perlu berhenti memberi uang ataupun sembako pada calon pemilih. Masa kampanye sebaiknya digunakan untuk menyosialisasikan program-program yang dapat membawa perubahan pada hidup masyarakat.
Menurut Gloria yang berusia 18 tahun, generasi terdahulu lebih sibuk mencela daripada membimbing generasinya. Ini menyebabkan pesimisme di kalangan seusianya. Karena itu, ia berharap anak-anak muda di bawah 20 tahun diberikan cukup ruang untuk berinovasi dan berkreasi, serta diapresiasi prestasinya. (Kristian Oka Prasetyadi)