JAKARTA, KOMPAS - Potensi penyelewengan keuangan dari sejumlah penyelenggara negara untuk mencari modal dalam kontestasi menjelang Pemilu 2019 dinilai sangat besar. Apalagi partai politik selama ini masih mengandalkan dana dari setoran dan sumbangan kader serta anggotanya untuk menggerakkan mesin partai guna merebut suara pemilih.
Penangkapan pimpinan Komisi VII DPR dari Partai Golkar Eni Maulani Saragih, yang diduga korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (13/7/2018), belum tentu terkait Pemilu 2019. Namun, Eni tercatat sebagai salah satu bakal calon anggota legislatif (caleg) Golkar untuk Pemilu 2019 yang akan didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
”Sudah bukan rahasia, partai membutuhkan modal yang tak sedikit untuk bertarung pada 2019. Begitu pula para caleg. Jadi, menjelang pemilu, para kader partai yang kini berkuasa, baik di eksekutif maupun legislatif, berpeluang menyalahgunakan kekuasaannya untuk menghimpun modal guna bertarung di 2019. Ini yang patut diwaspadai KPK dan aparat penegak hukum lain,” ujar Peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada Oce Madril saat dihubungi, Sabtu (14/7).
Sejauh ini, partai diakui belum optimal menjalankan fungsi kaderisasi, pendidikan politik, dan perekrutan politik dalam citra dan kinerjanya.
”Akibatnya, untuk menggerakkan mesin partai harus mengandalkan uang,” katanya.
Potensi penyalahgunaan kekuasaan juga terjadi karena partai dilihat mulai meninggalkan komitmen antikorupsi yang sempat marak mereka suarakan di awal reformasi. ”Partai mulai permisif terhadap korupsi, bahkan sepertinya tak peduli,” ujarnya.
Sebatas pencitraan
Kalaupun ada deklarasi komitmen antikorupsi, Oce melihat, deklarasi itu sebatas untuk pencitraan.
”Belum terlihat partai memiliki instrumen yang cukup guna memastikan komitmen atau visi antikorupsi partainya itu berjalan,” tambahnya.
Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), yang juga anggota Tim Seleksi dan Penetapan Calon Caleg Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian mengatakan, penangkapan Eni oleh KPK jadi pukulan ke Golkar sekaligus anggota legislatif perempuan.
”Golkar tengah berjuang menunjukkan Golkar bersih kepada publik (setelah penahanan mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto karena korupsi), tetapi sekarang ada lagi yang ditangkap. Kepercayaan publik yang mulai kuat pada kami bisa runtuh lagi karena hal ini,” kata salah satu pimpinan Komisi X DPR ini.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sudah berkali-kali mengingatkan kader Golkar agar menjaga citra partainya. Khusus bagi perempuan anggota legislatif yang dipercaya menjabat pimpinan alat kelengkapan DPR juga diingatkan karena tak banyak perempuan dipercaya menjabat pimpinan alat kelengkapan DPR.
Mengenai nama Eni sebagai bakal caleg dari Golkar yang akan didaftarkan ke KPU sebelum 17 Juli, Hetifah mengatakan, tim akan membahasnya. ”Apakah namanya diganti atau apa, pasti kita bahas. Saat ini, kita masih shock,” ujarnya.