Jika Aturan Memungkinkan, JK Bersedia Kembali Dampingi Jokowi
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menyidangkan uji materi atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Rabu (18/7/2018). Beberapa gugatan terkait aturan pemilu dijadwalkan di hari yang sama. Salah satunya berkaitan dengan syarat pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden yang belum pernah dua kali menjabat.
Gugatan itu diajukan Partai Perindo yang merasa dirugikan karena Pasal 169 Huruf n UU No 7/2017. Dalam pasal tersebut, calon presiden dan wakil presiden yang sudah dua kali menjabat, baik berturut-turut maupun tidak berturutan, tidak memenuhi syarat untuk maju dalam pilpres. Namun, Perindo menilai, pihaknya dirugikan karena pasal tersebut menghalanginya mencalonkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Ketika adanya gugatan ini disampaikan, Wapres Jusuf Kalla menghindar. ”Jangan tanya saya, bukan saya yang memilih,” ujarnya kepada wartawan, Selasa di Kantor Wapres, Jakarta.
Kalau MK akhirnya mengabulkan uji materi ini, Wapres Kalla pun tak ingin menjawab tegas. ”Nanti kita lihatlah perkembangannya. Kan, kita tidak bicara pribadi saja, tapi bicara tentang bangsa ke depan,” ujarnya sambil tersenyum.
Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi meyakini bahwa Jusuf Kalla sesungguhnya bersedia mendampingi Joko Widodo dalam Pemilu Presiden 2019 jika aturan memungkinkan.
”Pak JK itu sebenarnya bersedia saja untuk kepentingan bangsa dan negara. Itu nomor satu. Dan, itu tergantung dari Pak Jokowi sendiri. Kita tunggu sajalah apa yang terjadi di MK. Besok, kan, mulai sidang itu,” tuturnya.
Selain gugatan ini, uji materi atas UU No 7/2017 yang akan disidangkan juga berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden. Pasal yang diujikan adalah Pasal 222.
Menambah suara
Terkait nama-nama calon wapres yang disebut-sebut dipertimbangkan oleh Joko Widodo untuk maju dalam Pilpres 2019, Kalla juga mengingatkan, siapa pun itu harus mampu menambah suara pasangannya. ”Pokoknya, harus menambah (suara), minimum 15 persen,” ujarnya.
Pasangan calon yang mengombinasikan representasi Jawa dan luar Jawa juga dinilai masih perlu dipertimbangkan. Sebab, kata Kalla, orang Indonesia masih memilih sesuai kesamaan dan kedekatannya. Penduduk Jawa berkisar 60 persen, sedangkan luar Jawa sekitar 40 persen.
Kalla meyakini, pemilih Jokowi-Kalla dalam Pilpres 2014 pun umumnya warga Muslim. Dengan demikian, kewajiban calon wapres mendongkrak suara pemilih Muslim dinilai tak terlalu relevan.
Sejauh ini, terdapat 10 nama yang disebut sebagai kandidat cawapres pendamping Joko Widodo. Dari kalangan profesional, tercatat nama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, serta pengusaha Chairul Tanjung.
Dari tokoh agama, terdapat nama Ketua MUI dan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Ma’ruf Amin, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Selain itu, tiga ketua umum parpol, yakni Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, dan M Romahurmuziy, termasuk dalam nama-nama yang digodok.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga ditimang sebagai salah satu calon. Selain itu, masih ada nama Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi.
Partai politik pendukung Joko Widodo pun semakin tegas. Beberapa partai yang sejak awal mendeklarasikan dukungannya adalah PDI-P, Partai Golkar, Partai Nasdem, PPP, dan Partai Hanura.
PKB, menurut anggota Dewan Syuro DPP PKB, Maman Imanulhaq, tetap akan mendukung Joko Widodo kendati cawapres yang ditawarkan PKB, yakni Muhaimin Iskandar, tak dipilih.