JAKARTA, KOMPAS—Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap diduga meminta Rp 3 miliar dari proyek pembangunan satu rumah sakit umum daerah. Uang yang telah cair untuk Pangonal saat ini baru Rp 500 juta. Namun, uang itu masih dibawa oleh orang kepercayaan Pangonal yang melarikan diri saat operasi tangkap tangan.
Rabu (18/7/2018), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, enam orang telah diamankan pasca-operasi tangkap tangan Selasa (17/7) lalu. Ketiga orang tersebut adalah pihak swasta H. Thamrin Ritonga, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Labuhanbatu Khairul Pakhri, seorang pegawai BPD Sumatera Utara berinisial H, dan ajudan Pangonal berinisial E.
Tiga orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) Effendy Sahputra sebagai pemberi uang hadiah, serta Pangonal dan orang kepercayaannya, Umar Ritonga sebagai penerima. “Orang kepercayaan Bupati, UMR (Umar) melarikan diri saat akan diamankan oleh tim KPK,” kata Saut.
Effendy disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 13/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun Pangonal dan Umar disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kronologi
Menurut konstruksi perkara yang disusun KPK, Effendy (ES) diduga memberi uang kepada Pangonal (PHH) dari berbagai proyek di Kabupaten Labuanbatu, Sumut, selama tahun anggaran 2017. Saat melakukan penangkapan, KPK berhasil mengamankan bukti transaksi sebesar Rp 576 juta yang merupakan bagian dari Rp 3 miliar, sesuai permintaan Bupati.
Diduga kuat, uang tersebut berasal dari proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu.
Uang itu diberikan oleh ES dalam bentuk cek melalui beberapa perantara. “ES menghubungi H untuk mencairkan cek tersebut. Kemudian, HTR melakukan penarikan sebesar Rp 576 juta, Rp 16 juta diambil untuk dirinya sendiri dan Rp 61 juta ditransfer pada ES, sedangkan Rp 500 juta dititipkan pada petugas bank (H) dan disimpan dalam tas keresek. Sore harinya, UMR mengambil uang tersebut dari petugas bank,” kata Saut menerangkan.
Saat itu, Umar dihadang oleh tim KPK, namun melakukan perlawanan. Saut menilai sikap Umar tidak kooperatif, terutama karena ia berusaha melarikan diri hingga hampir menabrak salah seorang anggota tim KPK. Tim KPK pun mengejar mobil Umar, namun ia berhasil melarikan diri. Uang Rp 500 juta untuk Pangonal pun masih berada di tangannya saat ini
Effendy, Thamrin, H, dan E diamankan di Labuhanbatu. Adapun Pangonal dan E diamankan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. KPK belum dapat mengidentifikasi alasan keberadaan Pangonal di Jakarta.
KPK memperingatkan Umar untuk segera menyerahkan diri. Pihak-pihak yang mengetahui keberadaan Umar pun dapat menginformasikan kepada KPK melalui telepon.
Sementara itu, menurut pemeriksaan KPK selama satu kali 24 jam, terdapat modus operandi baru yang dibuat oleh para pelaku. Modus ini menggunakan kode-kode yang mengandung informasi mengenai jenis proyek, nilai proyek, nilai fee kepada para penerima, serta siapa saja yang mendapat bagian atau “jatah” dari proyek tersebut.
“Ini ditulis dengan kombinasi huruf dan angka yang hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang terlibat. Jika dilihat oleh orang yang terlibat, kodenya tidak dapat terbaca,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Pihaknya tidak dapat memberikan detail mengenai cara menulis maupun membaca kode.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.