JAKARTA, KOMPAS - Partai Demokrat mengintensifkan komunikasi politik dengan Partai Gerindra. Ini karena upaya membangun koalisi dengan partai-partai pengusung Presiden Joko Widodo terganjal oleh relasi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri.
Ketua Divisi Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/7/2018), mengatakan, arah politik Demokrat saat ini memang mengintensifkan komunikasi politik dengan Gerindra.
Oleh karena itu, pertemuan antara Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, khusus membicarakan kemungkinan berkoalisi untuk Pemilu Presiden 2019, dipastikan akan tetap digelar setelah Yudhoyono pulih dari sakitnya.
Demokrat mengintensifkan komunikasi dengan Gerindra, menurut Ferdinand, karena komunikasi yang dilakukan Yudhoyono dengan Jokowi sejauh ini belum mencapai kata sepakat. Kata sepakat yang dimaksud tidak dalam kaitan pembagian kekuasaan (power sharing) dengan Demokrat jika Jokowi berhasil terpilih.
”Namun, terkait koalisi nanti, terutama hubungan antara Pak SBY dan Ibu Megawati. Ini menjadi barrier (penghalang) cukup tinggi, tebal. Sebab, koalisi ini nanti akan dipimpin PDI-P sehingga kalau kami ada di sana sebagai anggota koalisi, tentu hubungan Ibu Mega dan Pak SBY menjadi pertimbangan penting,” ujarnya.
Ini yang, kata Ferdinand, selalu dikomunikasikan Yudhoyono ke Jokowi supaya ada solusinya. ”Namun, hingga kini belum ada solusi,” katanya.
Selain dengan Gerindra, Demokrat juga komunikasi intensif dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang belum bersikap untuk Pilpres 2019.
Komunikasi dengan partai-partai ini pun dipilih Gerindra karena harapan dari kader Demokrat di daerah untuk membentuk poros koalisi baru, sulit untuk bisa direalisasikan.
“Poros baru mungkin bisa terwujud setelah nanti para capres sudah mengumumkan pendampingnya. Namun kami tidak ingin menunggu sesuatu yang tidak pasti. Jadi kami saat ini komunikasi dengan partai-partai yang belum bersikap tersebut,” tambahnya.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto membantah relasi Yudhoyono dengan Megawati tidak baik sehingga menutup peluang Demokrat bergabung koalisi partai pendukung Jokowi.
Selain dengan Gerindra, Demokrat juga komunikasi intensif dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Figur yang layak
Kemarin, Prabowo menjenguk Yudhoyono yang dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Menurut dia, kunjungannya ke RS ini bukan untuk membahas politik. ”Masa bicara politik di rumah sakit,” katanya.
Menurut rencana, Prabowo bertemu dengan Yudhoyono untuk membahas Pemilu 2019 pada Rabu kemarin. Namun, pertemuan politik itu batal. Menurut Prabowo, pertemuan tersebut akan dijadwalkan ulang.
Sementara berkait figur Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang dijadikan capres oleh Gerindra, Demokrat menilai Prabowo sebagai figur yang layak menjadi capres. Ini pula yang menjadi pertimbangan dari Demokrat untuk mengintensifkan komunikasi dengan Gerindra.
“Kajian kami, Pak Prabowo pun punya peluang menang, tergantung siapa cawapres-nya. Jadi cawapres akan sangat menentukan peluangnya menang,” tambahnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, peluang berkoalisi dengan Demokrat masih terus digodok oleh Gerindra. Oleh karena itu, pertemuan susulan akan dijadwalkan antara Prabowo dengan SBY segera sesudah SBY pulih.
Ia mengatakan, saat ini tidak banyak alternatif figur yang bisa dijadikan pasangan Prabowo di Pilpres 2019. Nama Agus Harimurti Yudhoyono ia akui menjadi salah satu yang mengemuka untuk dipertimbangkan sebagai cawapres.
"Demokrat kita pertimbangkan karena banyak faktor. Pertama, dia partai besar di urutan ke-4 saat Pemilu 2014 lalu. Lalu, Pak SBY juga sudah pernah 10 tahun memimpin negara ini. Tentu pengalaman dan jaringannya yang luas menjadi nilai tambah untuk penguatan elektabilitas Pak Prabowo," ujarnya.