JAKARTA, KOMPS – Seiring visi Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk memperbaiki kultur Polri, maka Polri tidak akan segan memberikan tindakan tegas kepada oknum kepolisian yang melakukan tindakan sewenang-wenang dan kekerasan eksesif. Polri akan menjatuhi hukuman etik kepada oknum yang bersalah, tetapi tidak akan menutup pengembangan karier bagi personel yang tidak terbukti melakukan pelanggaran.
“Kita tidak akan biarkan ada oknum merusak nama Polri. Kalau ada perbuatan melanggar yang dibiarkan, maka akan ditiru oleh personel lain. Alhasil, kita tindak dulu agar jadi pembelajaran bagi yang lain,” ujar Tito, Kamis (19/7/2018), dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta.
Pernyataan Kepala Polri itu untuk menanggapi pertanyaan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan; anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Teuku Taufiqulhadi; serta anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Muslim Ayub.
Ketiga anggota DPR itu mempertanyakan penindakan Polri terhadap sejumlah oknum perwira menengah (pamen) Polri yang dibebastugaskan dari jabatan karena diduga melakukan pelanggaran kode etik. Mereka, di antaranya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rachmat Kurniawan, AKBP Bambang Wijanarko, AKBP M Yusuf, dan AKBP Sunario.
Arteria meminta Kepala Polri untuk menindak secara hati-hati sejumlah pamen yang dianggap melakukan kesalahan kode etik itu. “Kalau terbukti bersalah silakan dipecat, tetapi kalau tidak salah mohon dipulihkan nama baiknya. Sebab, oknum itu dapat menjadi noda dari sekian kehebatan dan prestasi Polri,” kata Arteria.
Kita tidak akan biarkan ada oknum merusak nama Polri. Kalau ada perbuatan melanggar yang dibiarkan, maka akan ditiru oleh personel lain. Alhasil, kita tindak dulu agar jadi pembelajaran bagi yang lain
Seperti diketahui, keempat pamen tersebut telah dibebastugaskan dari jabatan. Mereka tengah menjalani pemeriksaan kode etik di Divisi Profesi Pengamanan Polri.
Tito berharap tidak ada lagi perilaku menyimpang yang dilakukan anggota Polri di masa mendatang. Ia mencontohkan, perilaku M Yusuf yang melakukan kekerasan eksesif kepada perempuan yang diduga pencuri di toko miliknya di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, bukan perwujudan perbaikan reformasi kultur Polri yang harus menghilangkan arogansi.
Kemudian, lanjutnya, tindakan Rachmat juga telah mencoreng tekad Polri untuk memerangi perilaku koruptif di internal. Sebab, Rachmat melakukan pemotongan anggaran pengamanan Pilkada 2018 lalu yang seharusnya diserahkan kepada anggota Kepolisian Resor Sanggau, Kalimantan Barat.
"Kasus itu diawali laporan Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa ada dugaan pemotongan anggaran. KPK serahkan kepada Polri kasus itu, sehingga kami lakukan proses hukum,” tutur Tito.
Tito menegaskan, apabila sejumlah oknum pamen itu ada yang tidak terbukti bersalah, maka mereka akan kembali mendapatkan yang sama untuk pengembangan karier di masa mendatang. Tindakan tegas dan penghargaan kepada personel, tambahnya, dilakukan untuk kebaikan jalannya organisasi Polri.