Calon Anggota DPD Harus Mundur dari Kepengurusan Parpol
Oleh
Antony Lee
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saat ini masih menjabat sebagai pengurus partai politik harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai sebagai implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi. Komisi Pemilihan Umum akan menindaklanjuti putusan tersebut dengan memberi syarat tambahan bagi calon anggota DPD pada Pemilu 2019.
Mahkamah Konstitusi dalam persidangan putusan uji materi terhadap Pasal 182 huruf L Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin (23/07/2018) menyatakan frasa “pekerjaan lain” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus atau fungsionaris partai politik.
Pasal 182 huruf L berbunyi “Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, akuntan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Majelis hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan hakim menyatakan, dengan tidak adanya penjelasan terhadap frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf L, timbul ketidakpastian hukum mengenai apakah perseorangan WNI yang sekaligus pengurus parpol boleh menjadi calon anggota DPD. Sementara itu, jika ditafsirkan boleh, maka pengaturan itu bertentangan dengan hakikat DPD sebagai perwujudan representasi daerah, sekaligus berpotensi menimbulkan perwakilan ganda.
“Jika anggota DPD dimungkinkan berasal dari pengurus parpol, berarti akan terjadi perwakilan ganda dalam keanggotaan MPR di mana partai politik yang sudah terwakili dalam keanggotaan DPR juga terwakili dalam keanggotaan DPD,” kata Palguna.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa perseorangan warga negara Indonesia yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD tidak boleh merangkap sebagai pengurus parpol. Sementara itu, majelis hakim konstitusi juga menyatakan putusan MK ini tidak berlaku terhadap keanggotaan DPD saat ini, kecuali yang bersangkutan mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPD setelah putusan MK berlaku. Adapun, pengurus parpol dimaknai sebagai pengurus pusat sampai tingkat paling rendah sesuai struktur parpol.
“Dalam hal terdapat bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus parpol terkena dampak oleh putusan ini, KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan parpol,” kata Palguna.
M Hafidz, mantan calon anggota DPD pada Pemilu 2014 yang menjadi pemohon uji materi tersebut menuturkan, putusan MK ini diharapkan bisa menjaga marwah kelembagaan DPD agar tetap menjadi utusan daerah, bukan menjadi utusan parpol secara terselubung. Dia berharap para pengurus parpol yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD juga bisa berbesar hati mengundurkan diri dari kepengurusan parpol.