JAKARTA, KOMPAS – Kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden harus melayangkan surat izin kepada Presiden meskipun tak perlu mengundurkan diri. Bila izin belum terbit dalam batas 15 hari, izin tetap dianggap sudah diberikan.
Pengaturan ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wapres, serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilu. Aturan ini baru ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 18 Juli lalu.
Pengajar ilmu hukum tata negara Universitas Andalas Padang Feri Amsari, Rabu (25/8) di Padang, menjelaskan kendati menggunakan istilah izin, sifat aturan ini fiktif positif. Jadi, kendati tak ada tanggapan, dalam kurun waktu tertentu, permohonan dianggap sudah dikabulkan. Hal ini diperlukan untuk pengajuan cuti dan pengaturan supaya tugas-tugas pemerintahan tetap terlaksana dengan baik.
Karena dalam Pemilu Presiden 2019 petahana akan kembali maju, aturan ini terasa politis. Petahana sedikit diuntungkan, kata Feri, karena mengetahui kepala dan wakil kepala daerah mana yang akan maju dalam Pemilu Presiden 2019. Di sisi lain, penentuan calon di parpol biasanya dilakukan di masa-masa akhir.
Kendati demikian, aturan ini sesungguhnya mengikuti pasal 171 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang disepakati DPR dan pemerintah pada 21 Juli tahun lalu. Tak ada perubahan sedikitpun dalam pasal 171 UU 7/2017 dengan pengaturan di PP 32/2018.
Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam keterangan pers yang diterima Harian Kompas kemarin menegaskan, Presiden Joko Widodo tak akan mempermasalahkan jika kepala daerah misalnya gubernur menjadi capres dan cawapres. Izin dari Presiden hanya bersifat administratif.
"Saya kira wajar karena gubernur itu dilantik oleh Presiden dan keputusannya adalah Keputusan Presiden walaupun gubernur itu dipilih langsung oleh rakyat. Saya kira wajar hanya sekedar administratif. Kan kalau kepala daerah maju (ke jabatan) yang sama atau yang lebih tinggi, tidak (perlu) mundur. Itu kan teknis administrasi di Mensesneg," kata Tjahjo.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menjadi tim sukses capres dan cawapres pun dibolehkan. Demikian pula dengan menteri yang mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif. Namun, mereka harus mengajukan cuti ketika akan melakukan kampanye. Cuti pun hanya satu hari dalam sepekan. Sisanya, kampanye hanya bisa dilakukan saat libur.
Pengaturan cuti kampanye untuk Presiden dan Wakil Presiden pun dilakukan. Semua mempertimbangkan penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam PP 32/2018 tersebut, disebutkan pula para pejabat negara yang mencalonkan diri dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD harus mengundurkan diri terlebih dahulu. Mereka adalah kepala dan wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas, dan karyawan BUMN/BUMD, dan badan lain yang bersumber dari keuangan negara. Kepala desa maupun anggota Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat desa pun harus mengundurkan diri bila mencalonkan diri dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
Pengaturan ini tak jauh berbeda dengan PP 18/2013 tentang Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, dan PNS yang akan Menjadi Bakal Calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu. Lima tahun sebelumnya, diterbitkan juga PP 4/2009 tentang Tata Cara bagi Pejabat Negara dalam Melaksanakan Kampanye Pemilihan Umum. (INA)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.