JAKARTA,KOMPAS — Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang yang juga calon anggota DPD dari Kalimantan Barat belum bersikap setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus partai maju dalam pencalonan DPD.
Oesman yang kini menjabat Ketua DPD, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/7/2018), mengatakan masih menyerap masukan dari berbagai pihak. Selain itu, dia juga menunggu keputusan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. ”Kita tunggu apakah KPU memberlakukan putusan MK itu di Pemilu 2019 atau Pemilu 2024,” ujarnya.
Wakil Ketua Komite I DPD Benny Rhamdani mendesak agar KPU tidak menerapkan putusan MK itu pada Pemilu 2019, tetapi memberlakukannya di Pemilu 2024. Ini karena putusan MK tersebut sulit untuk diberlakukan saat tahapan pemilu sudah berjalan, bahkan saat pencalonan DPD sudah selesai.
Jika dipaksakan, menurut dia, akan menimbulkan kegaduhan, dan membuat pengurus partai yang maju di pencalonan DPD terancam kehilangan hak politik untuk tetap maju di pencalonan DPD.
Sementara untuk pindah maju menjadi calon anggota DPR, waktunya terbatas. Dalam waktu terbatas itu, mereka bisa kesulitan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Dan kalaupun syarat bisa dipenuhi, mereka hanya bisa mengisi tempat calon anggota DPR yang belum atau tidak memenuhi syarat.
”Posisi atau nomor urut calon anggota DPR di daftar caleg tidak bisa diganti. PKPU sudah mengunci nomor urut itu tidak bisa diubah,” kata Benny yang juga menjabat Ketua DPP Hanura.
Selain mendesak KPU memberlakukannya di pemilu selanjutnya, pihaknya berencana mengadukan putusan MK itu ke Dewan Etik MK. Pasalnya, dia melihat putusan MK itu berbau politis.
Alasannya, melalui putusan MK itu, MK telah melahirkan norma baru, padahal hal itu kewenangan legislatif. Kewenangan MK sebatas menginterpretasikan pasal yang diuji materi ke MK bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hal lain karena MK mengeluarkan putusan saat tahapan pemilu sudah berjalan. Selain itu, karena MK dinilai memprioritaskan uji materi perkara itu saat banyak perkara lebih penting yang kini sedang ditangani oleh MK.