JAKARTA, KOMPAS --Komisi Pemilihan Umum akan merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Langkah ini dilakukan terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pekan lalu, yang menyatakan, calon anggota DPD bukan merupakan pengurus partai politik.
”Kami putuskan untuk merevisi PKPU. Paling lambat Senin (30/7/2018), kami ajukan ke Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ketua KPU Arief Budiman, di Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Rancangan isi PKPU yang direvisi, juga akan dibawa ke pemerintah dan DPR untuk dikonsultasikan. Melalui revisi PKPU itu, calon anggota DPD yang merupakan pengurus partai diwajibkan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik paling lambat sehari sebelum penetapan daftar calon sementara.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 14 tahun 2018 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPP) akan direvisi terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan bernomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 ini MK menegaskan bahwa calon anggota DPD bukan merupakan pengurus partai politik.
Setelah rancangan revisi diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM, KPU akan mengajukan perubahan ini untuk dikonsultasiskan dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada hari yang sama KPU menggelar diskusi kelompok terfokus bersama dengan pakar, ahli hukum, perwakilan lembaga swadaya masyarakat dan matan komisoner KPU. Melalui diskusi KPU dan pihak-pihak tersebut semakin mantap untuk mengajukan usulan revisi PKPU.
Menurut Arief, dalam undang-undang yang baru nanti, salah satunya akan dijelaskan bagaimana mekanisme pengunduran diri calon anggota DPD yang merupakan pengurus partai.
Anggota DPD yang merupakan pengurus partai diwajibkan untuk mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik paling lambat sehari sebelum penetapan Daftar Calon Sementara. Sedangkan, untuk Surat Keterangan Pemberhentiannya paling lambat diserahkan pada sehari sebelum penentuan Daftar Calon Tetap.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengapresiasi langkah KPU untuk menindaklanjuti keputusan MK.
Menurut Titi hal ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga konsistensi KPU sebagai pelaksana Undang-Undang. Ia juga mengingatkan bahwa keputusan KPU ini untuk tidak dipandang memiliki tujuan politis lain.
"Jangan ditafsirkan dan dimaknai macam-macam. Langkah KPU ini harus dimaknai secara murni bukti ketaatan KPU dengan hukum," ujar Titi.
Mantan Napi Korupsi
Hingga saat ini menurut Arief, KPU belum menerima bantuan daftar koruptor dari Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Mahkamah Agung. Akan tetapi pihaknya tetap berusaha menghimpun data dari KPU daerah.
Terkait jumlah mantan napi korupsi Arief mengatakan pihaknya belum tahu jumlah pastinya.
"Masih terus diperiksa, nanti akan kita umumkan," jelas Arief.
Masih adanya bakal calon anggota DPD mantan napi korupsi yang mencalonkan diri sangat disayangkan oleh Titi.
Menurut Titi mereka seharusnya taat pada peraturan yang ada. Ketidakbisaan mereka maju lagi adalah akibat kegagalan yang pernah mereka lakukan di masa sebelumnya. Selain menimbulkan penilaian bahwa dirinya gagal menghindari tindakan koruptif, hal tersebut juga berpotensi akan terjadi lagi di masa yang akan datang.
Maju menjadi calon wakil rakyat bukanlah cara satu-satunya untuk mengabdi kepada masyarakat melalui jalur politik. Bagi mantan napi korupsi Titi menyarankan mereka untuk fokus menjadi pengurus atau anggota partai jika memang para calon anggota DPD ini tulus mengabdi.
Mengabdi di jalur politik menurut Titi bisa dimulai dengan memperbaiki internal partai dan mencetak kader-kader partai.
"Tidak usah memaksakan diri dengan menabrak aturan yang ada. Masih banyak jalan lain untuk berkontribusi terhadap dunia politik," kata dia.