JAKARTA, KOMPAS - Aktivitas kemahasiswaan di dalam maupun di luar kampus masih menjadi daya tarik bagi sebagian mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan non-akademik. Apalagi, pengalaman berorganisasi sering dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan atau meniti karier di masa depan.
Namun, kepentingan untuk meraih masa depan yang lebih baik, serta perkembangan teknologi, memunculkan perubahan minat mahasiswa terhadap aktivitas di luar kuliah.
Saat ini, aktivitas di bidang sosial politik, seperti kajian pemikiran sosial dan politik di kalangan mahasiswa, cenderung kurang diminati. Unit kegiatan mahasiswa yang berkaitan dengan kemampuan olah kepekaan sosial, seperti pers kampus ataupun teater kampus, juga miskin animo. Ketertarikan terhadap aktivitas organisasi kemasyarakatan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, juga cenderung turun.
Sebaliknya, aktivitas yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas individual dan berkaitan langsung dengan karier/pekerjaan di masa depan, seperti di bidang riset, teknologi, dan usaha rintisan, lebih diminati.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang Arief Prajitno, akhir pekan lalu di Malang, menuturkan, banyak mahasiswa di universitasnya yang melakukan riset untuk kemudian diajukan dalam kegiatan nasional, seperti perhelatan tahunan Pekan Ilmiah Nasional.
”Unibraw sudah juara umum enam kali. Kami sedang mempersiapkan diri untuk yang ketujuh kali. Pekan lalu ada 175 judul karya mahasiswa UB yang dicek oleh Dikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) dari lima bidang, baik eksakta maupun sosial,” ujar Arief di Malang, akhir pekan lalu.
Pihak universitas, lanjut Arief, sangat mendukung dan memberikan insentif kepada siswa yang berprestasi. Termasuk, memberikan beasiswa kepada mereka yang menjadi juara.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KK UGM) Obed Kresna Widyapratistha menuturkan, kini banyak teman mahasiswanya yang membentuk perusahaan rintisan atau bergabung dengan kegiatan socio-entrepreneur.
Sejak beberapa tahun lalu, UGM memang memiliki program khusus untuk mendorong mahasiswanya melahirkan perusahaan rintisan. UGM bahkan mendirikan Innovative Academy, sebuah lembaga yang memberi pelatihan dan bimbingan pada mahasiswa untuk membentuk perusahaan rintisan.
Pada saat yang sama, kata Obed, keinginan mahasiswa untuk aktif menjadi anggota BEM KM UGM juga tetap tinggi. Dalam satu sesi perekrutan terbuka, jumlah mahasiswa yang mendaftar untuk menjadi anggota BEM KM UGM bisa mencapai 600 orang. Dari jumlah tersebut, yang bisa diterima sekitar 350 orang.
Penurunan minat
Namun, penurunan terjadi pada minat mahasiswa untuk kegiatan seperti pers mahasiswa. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dewan Kota Yogyakarta Rahmat Ali mencontohkan, di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Humanius, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tahun lalu hanya ada sekitar 20 mahasiswa yang mendaftar sebagai anggota baru. Namun, jumlah pendaftar yang mengikuti pendidikan dan pelatihan hanya sekitar 10 orang. ”Sepuluh orang ini saja belum tentu bertahan sampai akhir. Padahal, dulu, menurut cerita senior, kita tinggal buka pendaftaran, banyak mahasiswa langsung mendaftar,” katanya,
Ketertarikan mahasiswa terhadap aktivitas organisasi keislaman moderat yang dilakukan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga cenderung turun.
Direktur Eksekutif Maarif Institute M Abdullah Darraz menilai hal itu karena tidak optimalnya peran organisasi sayap kedua organisasi itu di perguruan tinggi, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dalam melakukan kaderisasi.
Kondisi ini memunculkan ”lahan kosong” yang dimanfaatkan oleh pihak lain. ”Bagi saya, fenomena ini merupakan momentum introspeksi bagi seluruh anak bangsa. Selain itu, juga kritik bagi elemen bangsa lain, seperti Muhammadiyah dan NU yang kurang masif dan agresif mengembangkan gerakan di generasi muda,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Aktivis Jaringan Gusdurian Syafiq Ali menuturkan, di era reformasi ini, kantong pergerakan intrakampus memang melemah. Komunitas pergerakan yang saat Orde Baru ada di kampus kini mencari ruang baru di luar kampus, seperti ke partai politik, profesional, pers. Mereka sudah jarang ke kampus untuk menjaga kaderisasi. ”Akibatnya, saat ini banyak mahasiswa yang tidak cukup punya wawasan politik dan kepekaan sosial. Hanya fokus mengejar mimpi pribadinya,” ujar Syafiq.