JAKARTA, KOMPAS - Seleksi anggota Dewan Etik Mahkamah Konstitusi mengerucut pada satu nama, yakni Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Panitia Seleksi Dewan Etik dan pimpinan MK telah menyepakati Ahmad Syafii Maarif untuk menggantikan posisi Salahuddin Wahid atau Gus Sholah sebagai anggota Dewan Etik.
Pada April 2018, Gus Sholah mengundurkan diri sebagai anggota Dewan Etik karena alasan kesehatan. Dewan Etik kini hanya beranggotakan dua orang, yakni Achmad Roestandi yang merangkap ketua dan Bintan Regen Saragih selaku anggota.
Sekretaris Jenderal MK M Guntur Hamzah, Rabu (1/8/2018), di Jakarta, mengatakan, nama Syafii Maarif itu diusulkan oleh Pansel Dewan Etik dari tiga nama yang sempat muncul dalam pencalonan.
”Buya Syafii direkomendasikan oleh Pansel dan beberapa hari lalu juga telah diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). RPH telah menerima beliau untuk menjadi anggota Dewan Etik dari unsur tokoh masyarakat menggantikan Gus Sholah,” katanya.
Guntur mengatakan, surat keputusan pengangkatan Syafii Maarif sebagai anggota Dewan Etik telah ditandatangani oleh Ketua MK Anwar Usman, Rabu malam.
Ketua Pansel Dewan Etik MK Laica Marzuki mengatakan, dalam satu atau dua hari ini, pihaknya akan mengundang Syafii Maarif ke MK untuk membicarakan sejumlah hal teknis mengenai kinerja Dewan Etik di MK. ”Hanya akan membahas hal-hal teknis soal kinerja, tapi memang rekomendasi Pansel sudah mengerucut ke satu nama tersebut,” katanya.
Laica yang juga mantan hakim konstitusi itu menuturkan, Dewan Etik memiliki peranan besar dalam menjaga marwah hakim dan lembaga MK. Oleh karena itu, orang-orang dengan kompetensi yang mumpuni dan integritas tinggi dibutuhkan untuk bisa menjaga hakim konstitusi.
Jatuhnya pilihan kepada Buya Syafii Maarif dilandasi pada pertimbangan sosoknya yang merupakan tokoh bangsa yang berintegritas tinggi. Syafii diharapkan bisa menjadi salah satu pilar yang menguatkan kredibilitas lembaga, sekaligus menjaga integritas dan etika hakim konstitusi.
Dalam dua tahun terakhir, MK menghadapi sejumlah persoalan etika hakim, antara lain dengan tertangkapnya mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar dalam kasus suap perkara dan dua kali pelanggaran etik ringan yang dijatuhkan Dewan Etik kepada mantan Ketua MK Arief Hidayat.
Deputi Direktur Indonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar mengatakan, kehadiran Syafii Maarif sebagai anggota baru Dewan Etik diharapkan dapat merespons kegelisahan publik atas persoalan integritas MK. Dewan Etik diharapkan merumuskan standar etik yang jelas, khususnya dalam hal penjatuhan sanksi.
”Harus dibuat sistem penghukuman yang jelas sehingga punya efek yang luar biasa,” ujarnya.
Terkait dengan terpilihnya Syafii Maarif, Erwin khawatir sosok yang tak diragukan integritasnya itu hanya dijadikan stempel integritas untuk lembaga MK. Padahal, sebenarnya nantinya Dewan Etik tidak dapat berbuat banyak. Kehadiran Dewan Etik yang kuat dan berwibawa dibutuhkan, terutama ketika MK tengah menangani sejumlah perkara sengketa pemilihan.