JAKARTA, KOMPAS — Partai Solidaritas Indonesia berkomitmen untuk menjadi partai yang berintegritas dan antikorupsi. Sebagai partai politik baru, langkah awal yang hendak diperbaiki ialah transparansi uang di Dewan Perwakilan Rakyat.
Melalui diskusi umum di DPP PSI yang berlokasi di Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, tema yang diangkat ialah ”DPR, Stop Hamburkan Uang Rakyat”.
Hadir dalam diskusi tersebut, yaitu tim calon anggota legislatif, mantan anggota DPR Ade Indira Sugondo, peneliti ICW Emerson Yuntho, dan perwakilan dari KPK David.
PSI ingin melakukan perubahan dan menyatakan konsisten dengan agenda pemberantasan korupsi. Seperti yang sudah pernah dilakukan, di antaranya ketika DPR mengesahkan UU MD III mengenai kebebasan berpendapat, terutama untuk mengkritik wakil rakyat, PSI adalah satu-satunya parpol yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang akhirnya dikabulkan.
Selain itu, PSI juga mendukung penuh pelarangan mantan narapidana korupsi menjadi anggota legislatif. ”Bukan dukungan, melainkan dengan tindakan, tidak ada caleg kami yang mantan napi korupsi,” ujar Tsamara Amany, Ketua DPP PSI, Minggu (6/8/2018).
Tsamara juga menegaskan, PSI membuka rekrutmen caleg secara transparan dan disiarkan langsung melalui media sosial sehingga masyarakat tahu wakil rakyat yang diajukan.
Kasus yang menjadi fokus PSI adalah uang yang dihamburkan anggota DPR tetapi tidak pernah dipertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepada publik. Di samping itu, komitmen yang juga dipegang PSI, yaitu tidak ada wacana pembubaran KPK, mereformasi kepolisian, memperkuat polisi dan kejaksaan dengan sistem rekrutmen yang transparan.
Ada sistem reward and punishment yang jelas agar seluruh penegak hukum dapat berjalan dengan baik, juga komitmen mengesahkan UU E-Budgeting, proses realisasi dan pembahasan bisa dipantau lewat aplikasi dan teknologi yang jelas.
Melalui kesempatan tersebut, para pembicara juga memaparkan data terkait kasus korupsi, di antaranya penyalahgunaan wewenang yang paling tinggi. Pertama, penyuapan 396 kasus; kedua, pengadaan barang dan jasa 171 kasus; ketiga, penyalahgunaan anggaran 46 kasus; keempat, pungutan 21 kasus; kelima, perizinan 22 kasus; keenam, TPPU 25 kasus; dan terakhir merintangi proses KPK 7 kasus. Daerah yang paling tinggi jumlah perkara korupsi, yaitu pertama, Jawa Barat; kedua, Jatim; dan ketiga, Sumatera Utara. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI)