JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menyiapkan antisipasi jika muncul sengketa terkait dengan dinyatakan tidak memenuhi syaratnya para calon anggota legislatif yang merupakan bekas napi kasus korupsi. Di beberapa daerah sudah muncul indikasi pengurus parpol akan mengajukan sengketa ke pengawas pemilu.
Sesuai jadwal Pemilu 2019, verifikasi berkas perbaikan pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD provinsi ataupun DPRD kabupaten/kota berakhir pada Selasa (7/8/2018). Setelah itu, pada 8-12 Agustus, KPU menyusun dan menetapkan daftar calon sementara. Caleg yang merupakan bekas napi kasus korupsi, bandar narkoba, serta kejahatan seksual terhadap anak tidak akan dimasukkan dalam daftar calon sementara.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan di Gedung KPU di Jakarta, Selasa, mengatakan, KPU RI ataupun KPU di daerah berpedoman pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif dalam memverifikasi berkas caleg. Oleh karena itu, semua caleg bekas kasus korupsi yang masih dimasukkan namanya oleh parpol saat perbaikan berkas akan dinyatakan tidak memenuhi syarat sehingga tidak masuk dalam daftar calon sementara.
Oleh karena itu, Wahyu mengatakan, KPU siap jika ada pihak yang mengajukan sengketa terkait dengan pencalonan anggota DPR dan DPRD. Penelusuran caleg bekas napi korupsi sudah dilakukan dengan hati-hati. ”Petugas KPU di daerah juga sudah mendapatkan salinan putusan dari Mahkamah Agung. Semua caleg mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba pasti statusnya tidak memenuhi syarat,” kata Wahyu.
Berdasarkan data KPU, ada tujuh bakal calon anggota DPR RI dari empat parpol diketahui bekas napi kasus korupsi, tetapi caleg itu sudah diganti saat perbaikan berkas pencalonan. Sementara itu, data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menunjukkan, ada 186 calon anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang terindikasi bekas napi kasus korupsi.
Di daerah, sebagian caleg tersebut sudah diganti parpol, tetapi ada pula yang dipertahankan parpol. Anggota KPU Lampung, M Tio Aliansyah, di Jakarta, menyatakan, di DPRD provinsi, belum ditemukan indikasi adanya caleg bekas napi korupsi. Namun, ada enam caleg DPRD kabupaten/kota yang terindikasi bekas napi korupsi. KPU kabupaten/kota sudah mendapatkan salinan putusan pengadilan atas tindak pidana empat dari enam caleg itu. Salinan putusan pengadilan dua caleg lagi masih ditelusuri petugas KPU.
”Dari empat orang itu, tiga caleg sudah diganti. Satu caleg tetap dimasukkan namanya oleh partai politik saat perbaikan. Sudah ada pernyataan juga dari pengurus parpol apabila nama itu tidak masuk dalam daftar calon sementara, akan (sengketa) ke pengawas pemilu setempat,” kata Tio.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan, karena sudah diatur dalam PKPU, maka KPU di daerah harus tegas menyatakan caleg bekas napi korupsi tidak memenuhi syarat. Bawaslu, kata dia, juga harus mendukung putusan KPU karena sudah diatur dalam PKPU. Apalagi, PKPU itu diakui sebagai aturan di bawah undang-undang sehingga tidak ada penafsiran baru lagi atas peraturan itu.
Kejahatan seksual
Selain caleg bekas kasus korupsi, Wahyu juga mengatakan, KPU mendapatkan laporan bahwa ada caleg di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang terindikasi bekas napi kejahatan seksual terhadap anak. Menurut dia, caleg tersebut pernah dihukum karena memerkosa anak berusia 15 tahun. KPU sudah memerintahkan KPU NTT menyupervisi KPU Kota Kupang guna menelusuri informasi tersebut.
Wahyu mengatakan juga meminta KPU di daerah lain memberi perhatian lebih terhadap kemungkinan adanya caleg bekas kasus kejahatan seksual terhadap anak yang masih luput dari pemeriksaan.