JAKARTA, KOMPAS -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendorong Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Jaksa Agung M Prasetyo dalam menangani penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Pasalnya, rencana penyelesaian usai pertemuan terakhir dengan Presiden Joko Widodo dua bulan lalu mandek.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, pada 8 Juni 2018 Presiden menggelar pertemuan dengan Komnas HAM, Jaksa Agung Prasetyo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Pada pertemuan tersebut Presiden memerintahkan langsung kepada Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.
"Tapi sampai sekarang tidak ada kemajuan sama sekali. Ini patut untuk dievaluasi," kata Choirul saat dihubungi melalui sambungan telepon Minggu (12/8).
Komnas HAM meminta Presiden Joko Widodo mengingatkan Jaksa Agung untuk segera mengambil langkah konkret. Langkah tersebut yaitu proses penyidikan terhadap semua berkas kasus yang dikirimkan oleh Komnas HAM.
Perlunya pendalaman alat bukti disinyalir Dirjen HAM Mualimin Abdi menjadi salah satu kendala Kejaksaan Agung untuk melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.
"Alat bukti itu menyangkut siapa pelakunya, saksinya siapa, alat-alat yang dipakai untuk membunuh, di mana dikuburkan dan lain-lain. Jadi, tidak segampang kelihatannya," kata Mualimin.
Choirul mengatakan jika Kejaksaan Agung merasa kasus-kasus ini tidak cukup bukti untuk mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3). Selain itu Jaksa Agung juga bisa menunjuk Komnas HAM menjadi penyidik atau mengangkat penyidik independen.
"Jika Jaksa Agung tidak mau mengambil tindakan apa-apa, baiknya Presiden buat Perpu yang memberikan kewenangan kepada Komnas HAM untuk menjadi penyidik penyelesaian HAM berat masa lalu," papar Choirul.
Keluarga Korban Pesimis
Lebih kurang dua dasarwarsa kasus itu bergulir, keluarga korban belum merasa mendapat kelegaan. Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah membuat mereka merasa pesimis.
"Mulai dari pembentukan Dewan Kerukunan Nasional, Tim Gabungan Terpadu dan lain-lain yang sifatnya menghindar dari proses peradilan sangat membuat kami pesimis," ucap salah seorang keluarga korban Tragedi Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih .
Apapun langkah penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang akan ditempuh, keluarga korban meminta penyelesaian itu harus dalam kerangka hukum. Maria mengatakan dalam Surat Terbuka Aksi Kamisan ke 548 (Aksi Diam di depan Istana Presiden) yang dikirim pada tanggal 9 Agustus lalu Jaringan Solidaritas Keluarga Korban untuk Keadilan tetap mendesak Presiden untuk menugasi Jaksa Agung menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.
Upaya Kementerian Hukum dan HAM
Menampik pernyataan bahwa tidak ada upaya penyelesaian dari pemerintah, Mualimin mengatakan bahwa pihaknya akan mengundang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh untuk melakukan diskusi. Diskusi tersebut akan membahas bagaimana penyelesaian kasus Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) yang terjadi 3 Mei 1999 silam.
"Tanggal 15 atau 16 Agustus mendatang kami akan menyisir melalui local wisdom, artinya melalui keikutsertaan Pemerintahan Daerah untuk ikut menyelesaikan. Kalau dari lokal terus saya yakin kasus ini bisa disisir," tutur Mualimin.
Pada 8 Agustus 2018 lalu Direktorat Jendral Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengadakan focus group discussion (FGD) dalam rangka membahas penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Pada acara tersebut Kemenkumham mengundang beberapa pihak terkait seperti Kejaksaan Agung, TNI, Kepolisian, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komnas HAM, dan lima lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang HAM.
Komnas HAM dan beberapa lembaga swadaya masyarakat mengkonfirmasi bahwa mereka tidak datang dalam kegitan tersebut.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mengatakan bahwa pihaknya tidak hadir karena ia menduga FGD tersebut memiliki maksud lain. "Kami tahu acara tersebut pasti bertujuan untuk mengajak kami menyelesaikan kasus ini melalui jalur non yudisial. Kami menolak penyelesian melalui jalur non yudisial, bagaimanapun harus pakai yudisial," tandas Yati. (KRISTI DWI UTAMI)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.