JAKARTA, KOMPAS – Konsep jalan tengah menjadi dasar penting sebagai solusi di tengah kerusakan peradaban yang terjadi. Melalui konsep ini, setiap individu terlepas dari identitas bangsanya, diajak untuk kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan yang dapat menciptakan kerukunan dan perdamaian dunia.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, membuka acara World Peace Forum Ke-7 pada Selasa (14/8/2018), di Jakarta. Menurut Retno, tema “The Middle Path for the World Civilizations” sesuai dengan identitas bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa telah menerapkan konsep jalan tengah untuk mencapai kemerdekaan bangsa.
“Indonesia secara konsisten berupaya untuk menjadi bagian dari solusi untuk mencapai perdamaian dunia. Upaya ini dilakukan dengan menjalin kerja sama baik secara bilateral, regional, maupun global,” kata Retno,
Retno menyampaikan, konsep jalan tengah bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Untuk melaksanakannya dibutukan kepastian dan komitmen yang kuat. Menurut Retno, ada tiga langkah nyata yang dapat dilakukan untuk menjalankan konsep jalan tengah.
“Pertama, sikap toleransi di masyarakat dalam bentuk keadilan dan keterbukaan terutama di kalangan anak muda. Keberagaman adalah kenyataan tapi toleransi adalah hasil didikan. Maka, sebagai negara dengan keberagaman, Pancasila harus selalu menjadi dasar ideologi yang merefleksikan konsep jalan tengah untuk memelihara hak setiap individu dan kelompok,” ujar Retno.
Kedua, konsep jalan tengah diterapkan dalam program-program pemerintah sehingga dapat menjadi solusi dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Sebab, masyarakat memerlukan kebijakan praktis yang dapat diterapkan. Misalnya, dalam bidang ekonomi, pemerintah harus memastikan bahwa sistem ekonomi bersifat adil sehingga kesejahteraan dapat dicapai.
“Langkah nyata yang ketiga adalah penegakan keadilan. Dalam menjalankan nilai-nilai Islam sebagai jalan tengah, peran keluarga menjadi hal yang penting. Seperti halnya ibu sebagai orang pertama yang menyuntikkan nilai-nilai kehidupan pada anaknya,” kata Retno.
Menurut Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin, radikalisme tidak dapat dilihat hanya dari satu kelompok atau satu agama. Sering kali inilah yang membuat paham radikalisme itu muncul karena tidak melihat dari sisi yang lain sehingga hanya menganggap dirinyalah yang benar.
“Islam Indonesia adalah Islam yang moderat karena hingga saat ini, sebagai mayoritas, umat Islam tetap dapat menunjukkan sikap toleran terhadap perbedaan yang ada. Keterbukaan dan kebesaran hati umat Islam telah menjaga keberagaman di Indonesia,” kata Din.
Din mengatakan, dalam rangka menjaga kerukunan, maka setiap permasalahan yang ada tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi. Kita harus melihat dari akar tunjang, ada yang isu radikalisme politik, ekonomi, dan agama. Sebab, radikalisme merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan melalui jalan tengah.
Media sosial
Direktur Eksekutif Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations, Muhammad Najib, mengatakan, Pesan Bogor yang merupakan kesepakatan 100 ulama dan cendikiawan Muslim dunia telah diterbitkan pada 3 Mei 2018. Setelah itu, World Peace Forum Ke-7 menjadi kelanjutan dalam menjalankan konsep jalan tengah. Forum ini dihadiri oleh sekitar 100 tokoh pelopor dan pegiat perdamaian dari 43 negara serta 150 tokoh pegiat perdamaian dalam negeri.
“Saat ini, penggunaan sosial media yang masif telah menimbulkan kerisauan masyarakat baik dalam politik maupun ekonomi. Bagi yang setuju untuk memilih jalan tengah maka kami sama-sama bergandeng tangan untuk mencari solusi tepat yang akan dituangkan dalam Pesan Jakarta,” kata Najib.
Forum ini juga bekerja sama dengan Cheng Ho Multi-Culture Education Trust. Menurut Pendiri Cheng Ho Multi-Culture Education Trust, Tan Sri Lee Kim Yew, Indonesia dapat menjadi contoh negara yang mengimplementasikan jalan tengah bagi negara lain.
“Dalam nilai yang diajarkan Cheng-Ho, satu warna tidak akan dapat membuat lukisan yang indah. Perlu beragam warna untuk menciptakannya. Seperti halnya Indonesia, meskipun mayoritasnya adalah umat Muslim, namun Indonesia adalah negara yang terbuka dan dapat menjaga kerukunan melalui jalan tengah,” kata Tan.
Direktur Eksekutif Centre for Trust, Peace, and Social Relations Mike Hardy, mengatakan, dalam menerapkan konsep jalan tengah, hal yang dapat dilakukan generasi muda adalah memulainya dari diri sendiri. Untuk mengetahui akar dari permasalahan, maka sikap mendengar lebih dibutuhkan.
“Forum ini merupakan sebuah kegiatan diskusi di mana setiap delegasi membagikan pengalaman dan permasalahan di negaranya. Harapannya, kami dapat menemukan solusi terbaik untuk mengimplementasikan konsep jalan tengah di negara masing-masing,” kata Mike. (SHARON PATRICIA)