JAKARTA, KOMPAS – Sanksi tegas menjadi pilihan bagi kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah yang tidak mengimplementasikan rencana aksi dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi secara tepat waktu. Pencegahan korupsi diharapkan diaplikasikan serius, tidak hanya sebagai formalitas di instansi pusat maupun daerah.
Hal ini disampaikan saat konferensi pers bersama Tim Nasional Pencegahan Korupsi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Rabu (15/8). Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua KPK Agus Rahardjo, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko.
“Perpres sifatnya ini program strategis. Jadi, harus ada sanksi. Salah satunya bisa mengadopsi yang ada di UU Nomor 23 Tahun 2014. Ini pernah saya terapkan. Ada Sekda di Provinsi yang saya turunkan dua pangkat. Lalu ada bupati yang dua kali keluar negeri tidak izin ya kami keluarkan skors atau bahasanya disekolahkan,” ujar Tjahjo.
Merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sanksi yang dijatuhkan terhadap kepala daerah atau wakilnya yang tidak melaksanakan program strategis nasional tersebut berupa sanksi administratif. Antara lain berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara selama 3 bulan, hingga pemberhentian tetap. Akan tetapi, tidak tertutup sanksi lain jika memang dikehendaki menurut Tjahjo.
Tjahjo menambahkan, pihaknya pernah membahas tentang sanksi untuk memangkas Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap daerah yang tidak menjalankan program pencegahan yang sudah dituangkan dalam rencana aksi. “Bisa saja dikurangi, tapi apa fair? Karena ini kan soal oknum. Dana itu untuk percepatan pembangunan di daerah. Bagaimana daerahnya nanti?” kata Tjahjo.
Data dari Kemendagri persoala di instansinya pun menggunung. Selama periode 2016-2017, ada 514 kasus penggelapan, 514 kasus penyalahgunaan wewenang, 339 kasus penggelembungan anggaran, 229 kasus penyalahgunaan anggaran, 139 kasus laporan fiktif, 68 suap dan gratifikasi, serta 61 kasus proyek fiktif. “Bahkan ada yang menjual teken saya per kabupaten Rp 10 juta,” ungkap Tjahjo.
Dalam kesempatan itu, Agus juga menambahkan kerja sama penegak hukum di daerah bisa dipertajam. Forum Komunikasi Daerah tidak hanya sekadar sebagai ajang komunikasi dan harmonisasi aturan, tapi semestinya sebagai momen check and balances. “Untuk masalah asap sekarang ini berkurang sekali, karena Kapolri tegas jika masih merebak maka Kapolda bisa diganti. Ini bisa dilakukan, semisal Kapolres atau Kajari setempat juga harus bertanggungjawab kalau bupati ada yang korupsi,” tutur Agus.
Rencana aksi
Sesuai dengan isi regulasi yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 20 Juli 2018, ada tiga fokus utama yang akan ditangani yaitu persoalan keuangan negara, perizinan dan tata niaga, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Nantinya, tiap fokus utama tersebut memiliki tiga indikator prioritas rencana aksi sebagai pedoman kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk berbenah. Rencana aksinya sendiri hingga kini masih dimatangkan oleh timnas PK.
Bambang menegaskan, rencana aksi kali ini tidak hanya formalitas sehingga pencegahan berjalan optimal. Tiap instansi punya kewajiban untuk menerapkannya. Pemantauan dilakukan secara rutin diikuti dengan teguran bagi yang lamban melakukan implementasi. “Lewat Perpres ini, kami tidak ingin hanya pakta integritas saja. Sudah selesai itu. Justru dengan sinergi dengan KPK, kami ingin ke hulunya. Jangan menganggap rencana aksi kali hanya serangkaian kata indah yang tidak bermakna. Ini harus diterapkan dan dipastikan berlanjut secara dinamis sesuai isu dan permasalahannya,” ungkap Bambang.
Moeldoko pun sepakat untuk mempublikasikan perkembangannya kepada publik secara berkala. Bahkan adanya masukan untuk mengkompilasi lembaga hingga pemerintah daerah yang tidak menjalankan aksi ke dalam zona merah dipertimbangkan. Sebab, persoalan mendasar berada pada mentalitas pegawai yang berada di lembaga atau pemerintah daerah.