JAKARTA, KOMPAS - Struktur tim pemenangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk Pemilu 2019, belum tuntas disusun hingga hari keenam pasca pendaftaran capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum. Dinamika penentuan posisi cawapres sampai ketua tim sukses di masing-masing kubu menunjukkan praktik berpolitik yang cenderung pragmatis.
Di kubu Jokowi-Ma’ruf, meskipun sosok Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) diserahkan ke pasangan calon, sejumlah partai koalisi belakangan menunjukkan keinginan menduduki posisi itu. Harapannya, partai bisa mendapat efek ekor jas (hubungan yang positif antara kekuatan elektoral capres atau cawapres dan parpol pengusungnya) untuk pemilihan legislatif, setelah gagal menempatkan kadernya sebagai cawapres.
Hal yang hampir sama terjadi di kubu Prabowo-Sandiaga. Meski Prabowo disebut sudah menunjuk mantan Panglima TNI Djoko Santoso sebagai ketua tim kampanye, hal itu belum diputuskan secara resmi.
Di tengah masih belum jelasnya tim pemenangan ini, semalam, Prabowo dan Sandiaga menemui Wapres Jusuf Kalla di rumah dinas Wapres di Jakarta. Wapres mengatakan, sudah melapor ke Presiden Jokowi terkait kedatangan mereka. "Sebagai Wapres, saya menerima siapa saja untuk bersilaturahim," katanya, Rabu (15/8/2018).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD akan diajak bergabung dalam tim Jokowi-Ma’ruf. “Beliau merupakan tokoh yang punya pengalaman luas,” katanya
Posisi strategis
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus mengatakan, ketua tim sukses jadi posisi strategis karena akan membawa efek ekor jas terhadap partai, meskipun signifikansinya belum diketahui.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai, perebutan jabatan strategis mulai dari cawapres hingga ketua tim sukses tersebut menunjukkan praktik berpolitik yang lebih pragmatis. Hal ini merupakan dampak dari upaya partai untuk menjaga perolehan suara mereka saat pileg dan pilpres diselenggarakan bersamaan.
“Setiap peluang untuk tampil ke publik atas nama koalisi, dikejar partai untuk memperkuat eksistensi mereka di mata publik. Ini membuat politik kita menjadi semakin tidak transparan, kental aroma transaksional, dan sangat elitis,” kata Titi.
Sementara itu, dua pasang kandidat yang berkontestasi di Pilpres 2019, telah melaporkan kekayaannya ke KPK. Berdasarkan situs resmi KPK, Jokowi punya kekayaan Rp 50,248 miliar dan kekayaan Prabowo Rp 1,952 triliun, Sementara itu, Sandiaga punya kekayaannya Rp 5,009 triliun, dan Ma\'ruf punya kekayaan Rp 11,645 miliar. (AGE/IAN/GAL/APA/SAN)