JAKARTA, KOMPAS Dua hakim yang diduga melanggar kode etik akan diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim pada awal September 2018. Seorang hakim diduga menerima suap, seorang hakim lainnya diduga berselingkuh.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus, Sabtu (18/8/2018), di Jakarta, menuturkan, Mahkamah Agung dan KY telah menyepakati penyelenggaraan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk dua hakim tersebut. Kedua pihak juga telah menunjuk orang- orang yang akan duduk sebagai hakim dalam MKH. Mengenai kapan persisnya pemeriksaan MKH digelar, Jaja mengatakan hal itu belum ditentukan.
”Sesuai ketentuan, selama 14 hari sejak majelis hakim ditunjuk oleh pimpinan MA, sidang MKH harus segera dilakukan,” ujar Jaja.
Dalam forum MKH itu, kedua hakim yang diduga melanggar etik dapat menyampaikan pembelaan diri.
Menurut Jaja, persoalan yang membelit kedua hakim tersebut merepresentasikan dua problem besar pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Dua jenis pelanggaran itu mendominasi laporan publik dalam satu dasawarsa terakhir. Sejak KY berdiri pada 2005, penerimaan suap atau gratifikasi dan perselingkuhan menjadi alasan utama lembaga itu mengusulkan digelarnya MKH.
Sejak pertama kali digelar tahun 2009, MKH telah memutus 49 perkara. Dari jumlah tersebut, 22 perkara di antaranya ialah suap dan gratifikasi, 17 perkara perselingkuhan dan pelecehan, 5 perkara terkait laporan indisipliner, 3 perkara terkait narkoba, 1 perkara terkait laporan manipulasi putusan kasasi, dan 1 laporan sisanya soal pemalsuan dokumen.
Dari catatan KY, sejak pertama kali digelar tahun 2009, MKH telah memutus 49 perkara. Dari jumlah tersebut, 22 perkara di antaranya ialah suap dan gratifikasi, 17 perkara perselingkuhan dan pelecehan, 5 perkara terkait laporan indisipliner, 3 perkara terkait narkoba, 1 perkara terkait laporan manipulasi putusan kasasi, dan 1 laporan sisanya soal pemalsuan dokumen.
Mayoritas hakim yang dibawa ke MKH telah diberhentikan, yakni 31 orang. Sebanyak 16 orang lainnya dikenai sanksi nonpalu 3 bulan sampai 2 tahun, 1 orang diberi teguran tertulis, dan 1 orang mengundurkan diri sebelum MKH digelar.
Pengawasan
Jaja mengatakan, KY sedang mendalami mengapa suap dan perselingkuhan menjadi pelanggaran yang paling sering dilakukan hakim. Kendati sosialisasi telah dilakukan KY, hakim tetap paling banyak dijatuhi sanksi berat karena dua perkara ini. ”Kami juga melakukan deteksi dini dan memeriksa apa yang menjadi latar belakang dari dua pelanggaran ini. Problemnya beragam dan bermacam-macam alasan, tetapi itu sedang kami kaji untuk memberikan masukan bagi pengawasan hakim selanjutnya,” kata Jaja.
Sementara itu, Juru Bicara MA Suhadi menambahkan, pengawasan internal MA tidak lebih lembek dibandingkan dengan yang dilakukan oleh KY. Bahkan, kerap kali sanksi yang dijatuhkan MA lebih berat. Kendati demikian, MA keberatan jika rekomendasi sanksi yang selama ini menjadi kewenangan KY akan diubah menjadi mengikat dan harus dijalankan oleh MA.
”Penjatuhan sanksi kepada hakim itu dilakukan oleh pimpinan lembaganya sendiri, bukan oleh lembaga lain. Oleh karena itu, penjatuhan sanksi kepada hakim itu tentu menjadi kewenangan pimpinan MA, bukan kewenangan KY,” ujarnya.
Pada Januari-Juni 2018, KY merekomendasikan sanksi terhadap 30 hakim. Dari jumlah tersebut, 20 hakim direkomendasikan sanksi ringan, 6 hakim sanksi sedang, dan 4 hakim sanksi berat.