Setelah menjadi polemik selama beberapa hari, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya memutuskan untuk menunda rencana rotasi terhadap 15 pejabat struktural di lembaga tersebut. Rencana rotasi itu sempat menghiasi sejumlah media karena mendapat reaksi dari ke-15 pejabat terkait dan Wadah Pegawai KPK.
Dalam rotasi dan mutasi tersebut, 15 pejabat KPK dipindahkan tanpa dimintai pendapat terlebih dahulu. Diskresi pimpinan dan demi efektivitas kerja disebut menjadi alasan rotasi. Awalnya, mereka akan dilantik pada 14 Agustus 2018, tetapi kemudian ditunda.
Rencana rotasi itu mendapat protes karena dinilai melanggar Pasal 13 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Disebutkan, rotasi harus dilakukan secara adil dan terbuka bagi pegawai yang memenuhi syarat sesuai kompetensi dan kinerja. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK pun disebutkan, pegawai KPK direkrut sesuai keahliannya sehingga rotasi atau mutasi pun harus mempertimbangkan kesesuaian dengan keahlian agar kinerja KPK optimal.
”Mereka (yang dirotasi) mengirim surat kepada pimpinan agar rotasi yang dilakukan sesuai dengan PP No 63/2005. Para pejabat struktural itu meminta penundaan hingga aturan lebih rinci diselesaikan,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (20/8/2018), di Jakarta.
Menurut Febri, saat ini memang belum ada aturan pelaksana yang detail dari No PP 63/2005. Pimpinan KPK mendengar masukan dari para pejabat struktural dan Wadah Pegawai KPK sehingga dalam waktu dekat akan disusun aturan yang lebih rinci sebagai aturan turunan dari PP tersebut. Selama aturan belum rampung disusun, tambah Febri, rencana rotasi pejabat struktural itu ditunda.
Pimpinan KPK mendengar masukan dari para pejabat struktural dan Wadah Pegawai KPK sehingga dalam waktu dekat akan disusun aturan yang lebih rinci sebagai aturan turunan dari PP tersebut. Selama aturan belum rampung disusun, rencana rotasi pejabat struktural itu ditunda.
Diskresi
Abdullah Hehamahua, mantan penasihat KPK, menyampaikan, diskresi tak boleh bertentangan dengan aturan yang ada. Pimpinan diingatkan agar tak mengambil kebijakan yang tergesa-gesa karena bisa berdampak terhadap KPK.
”Mungkin karena (masa jabatan) pimpinan tinggal satu tahun lagi, jadi kejar tayang. Tapi, perlu diingat dampaknya. Ada musuh dari luar yang harus dihadapi. Kalau solid di dalam (KPK) pasti bisa dihadapi. Tapi jika tidak, akan mudah sekali guncang,” ujarnya.
Soliditas ini dibutuhkan karena beberapa kali KPK menghadapi ”serangan” dari luar. Salah satu contohnya adalah upaya memereteli kewenangan KPK melalui revisi undang-undang. Selama ini, upaya itu bisa dibendung karena soliditas lembaga KPK dan dukungan publik.
Ketua KPK Agus Rahardjo pun berulang kali menyampaikan korupsi di Indonesia masih subur. Bahkan, korupsi politik dan buruknya penegakan hukum menjadi penyumbang stagnasi Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2018 ini. Berbagai upaya terus dilakukan, baik pencegahan maupun penindakan. Di bidang penindakan, KPK telah melakukan 19 operasi tangkap tangan sepanjang 2018. Jumlah ini termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengingatkan pentingnya rotasi di tubuh KPK dilakukan secara transparan. Meskipun kini persoalan sudah ”reda”, reaksi 15 pejabat dan Wadah Pegawai KPK bisa menjadi pelajaran berharga dalam melakukan rotasi di masa mendatang.