JAKARTA, KOMPAS - Ombudsman Republik Indonesia meminta penyelenggara negara atau pejabat publik, seperti menteri dan kepala daerah, tidak memberikan dukungan langsung kepada salah satu pasangan calon di Pemilihan Presiden 2019. Dukungan langsung itu berpotensi memunculkan diskriminasi dalam pemberian pelayanan publik.
”Ada pernyataan sejumlah pimpinan kementerian, lembaga negara, atau kepala daerah terkait dukungan ke pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden tertentu. Hal ini patut dicermati karena berpotensi memunculkan mala-administrasi,” kata komisioner Ombudsman RI, Laode Ida, di Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Dukungan langsung itu, lanjut Laode, juga berpotensi menggerus netralitas birokrasi. ”Ketika kepala daerah menyatakan mendukung ke salah satu paslon, hal serupa berpotensi diikuti seluruh aparaturnya dan kalangan pebisnisnya. Dampak buruknya, terjadi diskriminasi pelayanan publik,” ujarnya.
Anggota ORI lainnya, Ahmad Alamsyah Saragih, menuturkan, kehadiran menteri dan kepala daerah dalam tim kampanye nasional pasangan capres-cawapres memang tidak dilarang palam peraturan KPU ataupun UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, Ombudsman RI meminta KPU dan Badan Pengawas Pemilu untuk memperhatikan ketaatan pada asas kepatutan dalam tindakan dan perilaku penyelenggara negara hingga pelayanan publik.
Secara terpisah, anggota KPU, Ilham Saputra, menjelaskan, KPU hanya mengikuti aturan bahwa menteri dan kepala daerah boleh masuk dalam tim kampanye. Namun, penyelenggara negara tersebut diharuskan untuk cuti saat berkampanye.
Ketua Bawaslu Abhan menyatakan, saat berkampanye, penyelenggara negara dilarang memakai fasilitas negara.