Dilantik Presiden, 18 Kepala Daerah Langsung ke KPK
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Maraknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi membuat Komisi Pemberantasan Korupsi mengundang para pimpinan daerah yang baru dilantik. Sebab bukan hanya negara yang dirugikan dari korupsi yang dilakukan para kepala daerah tersebut, melainkan masyarakat juga merugikan karena program pembangunan yang semestinya ditujukan untuk kesejahteraan daerah tidak berjalan optimal.
Dalam rangka itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo langsung membawa delapan pasang gubernur dan wakil gubernur usai pelantikan ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Rabu (5/9). Hanya pasangan pimpinan daerah Nusa Tengara Timur yaitu Victor Laiskodat-Josef Nae Soi yang tidak ikut bertemu dengan pimpinan KPK tersebut.
“Awalnya pihak KPK ingin mendenganrkan apa yang menjadi permasalahan di daerah. Apalagi yang kini dilantik ini ada yang incumbent, ada yang dari bupati, ada yang dari DPRD, ada yang dari wali kota, jadi kurang lebih memahami permasalahan juga. Intinya KPK mengundang, kami respon langsung mengadakan silaturahmi,” kata Tjahjo seusai pertemuan.
Pada pertemuan tersebut, dibahas mengenai area rawan korupsi seperti perencanaan anggaran, termasuk pengadaan barang jasa. Persoalan perizinan dan pengelolaan sumber daya alam juga menjadi salah satu topik mengingat ada sejumlah pasangan yang berasal dari daerah yang rentan permasalah mengenai sumber daya alam seperti Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
“Tadi hampir semua bicara diskusi permasalahan yang ada kemudian bagaimana cara2 menanganinya dengan baik sehingga teman-teman kepala daerah juga bisa melaksanakan tugas. Saya yakin mereka punya komitmen semua untuk memberantas korupsi dan memahami ada berbagai kendala, termasuk persoalan DPRD,” ujar Tjahjo.
Secara terpisah, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menyampaikan dirinya dan rekan kepala daerah lainnya meminta KPK melakukan pendampingan terkait pembenahan sektor rawan korupsi. Implementasi e-budgeting juga perlu dilakukan pemantauan secara berkala sehingga pendampingan dari KPK dibutuhkan.
“Untuk perizinan dan pengelolaan sumber daya alam, itu program 100 hari kami. Kami akan benahi perizinan. Semua yang masih rumit akan kami permudah agar izin tidak lagi berbayar dan dapat diselesaikan dengan cepat. Untuk itu, perlu satu visi dan misi juga dengan legislatif,” kata Nurdin yang sebelumnya merupakan Bupati Bantaeng.
Tidak ada uang ketok
Nurdin juga menyampaikan, KPK mengingatkan perihal uang ketok APBD yang berulangkali terjadi. Fenomena yang terjadi di DPRD Kota Malang, DPRD Provinsi Sumatera Utara, dan DPRD Provinsi Jambi diimbau agar tidak lagi terulang.
“Yakin saja, kami hampir 10 tahun di bantaeng itu tidak pernah kami lakukan. Karena mulai dari proses perencanaan, penganggaran semua berorientasi pada kepentingan rakyat. Kami tidak punya kepentingan apaapa. Jadi, kalau mau diketok ya silakan. Kalau tidak ya mau diapain. Saya rasa bangsa ini butuh keteledanan. Kalau semua pemimpin daerah bisa diteladani dan menjadi pemimpin yang punya trust, integritas, punya rasa malu maka prestasi akan mengikuti. ” tutur Nurdin.
Gubernur Sumatera Utara Edi Rahmayadi juga berpendapat senada. Ia menegaskan perkara serupa yang menimpa daerah yang kini dipimpinnya tidak boleh terulang. Untuk itu, ia menyampaikan persoalan yang ada dan meminta masukan dari lembaga anti rasuah karena penindakan terhadap para anggota legislatif ini dinilai berdampak pada pemerintahan.