TNI Ajukan Anggaran Pasukan Anti-teror
JAKARTA, KOMPAS – Tentara Nasional Indonesia mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun untuk pembentukan Komando Operasi Khusus yang bertugas menangani aksi terorisme. Namun, anggaran itu belum dialokasikan dalam anggaran yang diajukan Kementerian Pertahanan untuk tahun anggaran 2019 karena Peraturan Presiden tentang pelibatan TNI dalam menangani terorisme belum rampung disusun.
Dewan Perwakilan Rakyat meminta pembuatan rancangan peraturan presiden dipercepat jika TNI ingin satuan khusus anti-teror itu segera dianggarkan dan dioperasikan.
Menurut Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto di sela rapat kerja membahas Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Pertahanan 2019, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/9/2018), alokasi anggaran untuk pembentukan Koopsus adalah Rp 1,5 triliun dan ditujukan untuk pembangunan sarana dan prasarana, pemilihan material khusus, serta persenjataan dan perlengkapan.
“Alokasi paling banyak untuk pembangunan infrastruktur, sarana prasarana, lalu melengkapi material khusus, karena ini pasukan khusus, beda dengan yang lain, harus kita siapkan dan ajukan,” kata Hadi.
Koopsus TNI atau Koopsusgab dibentuk oleh mantan Panglima TNI Moeldoko pada 2015. Tim ini merupakan gabungan pasukan elite dari tiga matra TNI yaitu Sat-81 TNI AD, Denjaka TNI AL, dan Satbravo-90 TNI AU. Koopsus TNI akan diturunkan untuk mengatasi aksi terorisme sesuai dengan skala ancaman dan di luar konteks perbantuan terhadap polisi.
Dihidupkannya kembali Koopsus TNI merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Salah satu klausul dalam undang-undang tersebut adalah melibatkan TNI dalam upaya penanggulangan terorisme. Sesuai perintah undang-undang, detail teknis pelibatan militer itu diatur melalui peraturan presiden (perpres).
Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Kemhan Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan, anggaran untuk pembentukan Koopsus belum dialokasikan dalam permintaan RKA Kemhan Tahun 2019. Pasalnya, sampai sekarang, rancangan perpres tentang pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme juga belum rampung disusun oleh pemerintah.
Kemhan saat ini sedang mengajukan izin prakarsa penyusunan rancangan Perpres Pelibatan TNI ke Presiden. Selain itu, panitia antarkementerian yang bersangkutan juga saat ini masih membahas draf perpres, sebelum dikonsultasikan ke DPR. Secara garis besar, substansi rancangan perpres tersebut meliputi tugas penangkalan, penindakan, dan pemulihan pasca aksi terorisme.
Ia mengatakan, permintaan Rp 1,5 triliun untuk pembentukan Koopsus baru berupa perencanaan Panglima TNI, tetapi belum disetujui untuk masuk dalam RKA 2019. “Belum dialokasikan, perpresnya masih dirancang dulu dengan TNI, apa kira-kira pengadaan untuk untuk Koopsus. Kalau belum ada perpres, ya belum (ada anggaran),” kata Hadiyan.
Adapun total anggaran yang diajukan Kementerian Pertahanan untuk tahun 2019 sebesar Rp 107,16 triliun, sedikit naik dari pagu indikatif pertahanan 2019 yang disetujui pemerintah yaitu Rp 106,05 triliun. Sebelumnya, Kemhan mengajukan Rp 215,29 triliun. “Kami masih banyak kebutuhannya, tetapi baru diberikan Rp 107 triliun, kami paham pemerintah punya prioritas lain,” kata Hadiyan.
Kemhan mengajukan tambahan anggaran Rp 1,10 triliun dengan rincian untuk penghematan belanja barang sebesar Rp 403,5 miliar, tambahan anggaran hasil sidang kabinet sebesar Rp 951,1 miliar yang digunakan untuk membangun pangkalan militer satuan baru, serta penyesuaian pagu penggunaan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 554,71 miliar.
Sementara itu, DPR meminta pembuatan perpres dipercepat. Wakil Ketua Komisi I Satya Widya Yudha mengatakan, jika TNI ingin satuan khusus tersebut segera dioperasikan, peraturan teknisnya harus segera dirampungkan.
“Mereka (Kemhan dan TNI) katakan sekitar bulan Mei 2019 baru selesai. Tetapi, kami minta ini kalau bisa dipercepat. Ini seharusnya bisa lebih cepat karena tidak terlalu lintas sektoral yang butuh banyak persetujuan sana-sini,” kata Satya.
Perbatasan
Sementara itu, pengajuan anggaran pertahanan untuk Tahun 2019 juga meliputi keperluan pengamanan kawasan perbatasan dan kedaulatan negara, yang terdiri dari satu proyek prioritas nasional yaitu pertahanan wilayah perbatasan darat dan pulau terdepan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto saat rapat dengan Badan Anggaran DPR membahas rencana kerja dan anggaran kementerian untuk 2019, kemarin, mengatakan salah satu rencana kerja yang akan diprioritaskannya adalah mempercepat penataan gelar satuan TNI yang kini masih terpusat di Jawa, untuk disebar ke daerah-daerah perbatasan.
“Presiden sudah setuju (dipercepat). Ini sudah menjadi bagian dari program nasional untuk merelokasi pasukan-pasukan yang terpusat di Jawa ke perbatasan,” katanya.
Pasukan yang kini terkonsentrasi di Jawa, menurutnya, merupakan warisan dari era penjajahan Belanda. Saat penjajah tak lagi menjajah, pasukan menguasai markas-markas Belanda. Markas-markas itu kini berada di area perkotaan. Maka, penempatan pasukan di sana sudah tidak tepat dengan tanggung jawab tentara yang harus mengamankan seluruh nusantara.
“Batas teritorial kita itu nomor dua terluas di dunia setelah Kanada. Namun karena pasukan menumpuk di Jawa, batas teritorial itu longgar dari penjagaan. Akibatnya, rawan kejahatan, seperti perdagangan manusia, pencurian ikan, terorisme, dan narkorba. Makanya pasukan ini harus mulai kita sebar untuk menjaga batas teritorial itu,” jelasnya.
Tak hanya untuk memperketat penjagaan di perbatasan, perpindahan pasukan juga untuk memanfaatkan pembangunan infrastruktur di perbatasan yang giat dilakukan di pemerintahan Joko Widodo, dan kini sebagian besar telah tuntas dibangun.
Selain itu, dia meyakini perpindahan pasukan ke perbatasan bisa menciptakan daerah-daerah pertumbuhan ekonomi baru. Sebab dengan pemindahan, perbatasan menjadi lebih aman, dan kelak bisa mendorong masyarakat ikut pindah ke daerah perbatasan ataupun menarik investor menanamkan modalnya di perbatasan.