Menkumham: Kesetaraan Hukum Masih Menjadi Persoalan Besar
Oleh
Jean Rizal Layuck
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kesetaraan di depan hukum masih menjadi persoalan dan pekerjaan besar penegak hukum di Indonesia. Penegakan hukum oleh aparat dinilai timpang karena masih melihat derajat dan status sosial masyarakat. Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin sulit dijangkau oleh hukum.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan hal itu dalam orasi ilmiah bertema ”Implementasi Nilai Pancasila dalam Negara Hukum” pada acara Dies Natalis Ke-60 Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (7/9/2018).
Hadir dalam acara itu Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Rektor Unsrat Ellen Kumaat, Dekan Fakultas Hukum Unsrat Flora Kalalo, dan para alumnus, antara lain Duta Besar RI untuk Serbia Montengero James Harry Kandou.
”Penegakan dan kesetaraan menjadi pekerjaan besar negara ini untuk maju. Saya berharap aparat penegak hukum menerapkan hukum seadil-adilnya tanpa memandang bulu. Hukum di negara ini masih tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan, prinsip kesetaraan perlakuan di depan hukum bagi setiap warga negara (equal justice under law) merupakan kunci negara untuk maju. Kesetaraan hukum itu menjamin kepastian hukum di seluruh lini kehidupan masyarakat.
Ciri khas negara modern yang ekonominya maju bertumpu pada penegakan dan penerapan hukum konkret yang mengikat seluruh warga tanpa pandang bulu. Di Singapura, ujar Yasonna, setiap warga negara, pejabat, ataupun warga biasa diperlakukan sama.
”Di Indonesia, penerapan hukum masih melihat status sosial. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin sulit terjangkau oleh hukum. Sebaliknya, warga biasa, orang miskin dalam posisi tertindas, apa pun jenis kesalahannya,” kata Yasonna.
Dosen Fakultas Hukum Unsrat, Toar Palilingan, mengatakan, kesetaraan di depan hukum dijamin Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan seluruh warga negara sama kedudukan di depan hukum dan pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali. Akan tetapi, sejauh ini penerapan pasal itu masih belum sesuai harapan.
Dicontohkan, penerapan hukum terhadap orang miskin yang mencuri buah untuk makan berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap pejabat korupsi. Apabila kesetaraan hukum tidak ditegakkan, rakyat tidak akan merasakan kesejahteraan. Sebaliknya, rakyat justru merasakan teror dari penegak hukum.
”Kalau kita mau maju, sudah semestinya hukum menjadi panglima dari seluruh aspek kehidupan warga negara. Jangan ada perbedaan perlakuan,” ujar Toar.
Flora Kalalo mengatakan, perayaan Dies Natalis Ke-60 Fakultas Hukum Unsrat menjadi titik memajukan fakultas yang memiliki 4.000 mahasiswa tersebut. Tahun 2019, FH Unsrat akan menempati gedung baru 12 lantai yang dibangun dari pinjaman Bank Pembangunan Islam.
”Perayaan (dies natalis) tahun ini monumental bagi kami. Kehadiran Pak Menteri di acara dies natalis bersejarah ini setelah 43 tahun lalu perayaan dies natalis dihadiri Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja,” kata Flora.