Radikalisasi Pancasila Tingkatkan Tanggung Jawab Masyarakat
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Radikalisasi Pancasila atau pendidikan Pancasila secara masif penting diterapkan kepada masyarakat agar mereka memiliki tanggung jawab dalam memilih pemimpin yang baik. Selain itu, hal tersebut juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam tindakan bela Negara.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan, dalam diskusi yang diadakan oleh Aliansi Kebangsaan di Jakarta, Jumat (7/9/2018), mengatakan, pentingnya proses radikalisasi Pancasila. Sebab, kesadaran warga negara itu berbanding lurus dengan pemimpin yang dipilih.
“Perlunya radikalisasi Pancasila ini untuk mendidik rakyat. Kalau kesadaran warga negara ini menjadi benar, maka dia bisa memilih pemimpin yang bagus. Jika warganya tidak bertanggung jawab maka kita akan punya wakil DPR atau Bupati, ya, yang seperti itu,” Kata Zulkifli.
Zulkifli mengatakan, baik masyarakat maupun partai politik harus menyadari bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan hal yang telah disepakati bersama. Hal itu menjadi bagian dari demokrasi Pancasila. Sehingga tidak perlu terjadi konflik.
“Karena pilkada, pileg, pilpres itu harus disadari sebagai bagian dari demokrasi pancasila. Ada perputaran setiap lima tahunan. Harus disadari sebagai suatu yang biasa dalam demokrasi bahwa ada agenda lima tahunan itu,” katanya.
Pendidikan Pancasila yang masif, lanjut Zulkifli, juga akan memberikan pendidikan bela negara dan kewajiban berwarga negara. Di dalamnya juga memuat pendidikan politik yang mengajarkan kebangsaan, bukan politik adu domba atau politik segala cara.
“Kenapa Amerika berani perang dagang, karena mereka yakin rakyatnya patriotik. Cina berani melawan karena yakin rakyatnya patriot. Korea dan Jepang juga begitu. Karena kesadaran warga negaranya tinggi. Itu yang kita inginkan dari radikalisasi Pancasila ini sehingga rakyat mengerti kewajiban sebagai warga negara,” imbuh Zulkifli.
Zulkifli mencotohkan, salah satu bentuk tanggung jawab saat ini adalah mendukung pemerintah terkait menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Hal itu dinilai olehnya sebagai tindakan bela negara. “Rupiah saat ini sedang terpuruk, jangan saling menyalahkan. Kita dukung Menteri Keuangan. Yang punya uang (dollar AS) mari tukar, ambil rupiah agar menguat,” katanya.
Sejak dini
Mantan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudi Latif, menambahkan, pendidikan Pancasila harus secara masif diberikan kepada masyarakat sejak dini, utamanya sejak di sekolah dasar. Kemampuan kognitif siswa idealnya dikembangkan setelah pendidikan Pancasila menjadi dasar.
“Toleransi, gotong royong, dan sikap empati itu bukan dalam imajinasi tapi harus dipraktikkan dalam hidup. Mestinya pendidikan dasar tidak langsung menyasar aspek-aspek kognitif. Fundamen akhlak dan budi pekerti yang harus diperkuat dulu sejak dini,” ungkap Yudi.
Yudi menganggap, Pancasila hakekatnya harus dipahami setiap warga negara sebagai pandangan hidup, baru dipandang sebagai ideologi negara. Untuk menuju hal itu tidak ada jalan pintas. Harus ada penanaman nilai-nilai pancasila menjadi budaya hidup masyarakat melalui kebiasaan hidup.
“Kalau rakyat ingin baik, maka rakyat harus memahami wawasan dasar pandangan hidup bangsa ini. Dan hal itu harus diolah sejak dini. Bukan hanya sebagai mata pelajaran, tapi harus diterapkan pada semua kurikulum.Belajar Pancasila bukan hanya dari satu sudut pelajaran Pancasila,” tambah Yudi.
Optimis
Menurut Zulkifli, demokrasi Pancasila yang kita sepakati seharusnya melahirkan kesetaraan, keadilan dan harmoni, bukan kebencian. Namun, ia tetap optimistis Indonesia akan bisa lepas dari permasalahan ini.
“Kita harus tetap optimistis dengan kondisi saat ini. Karena saya yakin hal ini memang harus dilalui untuk mencapai tingkat kedewasaan. Kita akan menemukan jalan yang tepat seperti yang dicita-citakan saat Indonesia merdeka,” ujarnya.
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan, dalam konstitusi, partai politik memiliki tugas penting dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. “Suka atau tidak suka, partai- partailah yang paling menentukan jalannya ideologi Pancasila tersebut. Saat ini hanya lebih banyak berkembang sebagai komoditi isu politik saja,” katanya.
Sebab, lanjut Pontjo, permasalahan yang banyak terjadi di negara ini adalah dampak dari kurangnya pendidikan politik bagi masyarakat. Mereka tidak tahu persis apa tanggung jawab sebagai warga negara sehingga banyak terjadi penyimpangan. (FAJAR RAMADHAN)