JAKARTA, KOMPAS – Penelusuran data pemilih pada Pemilu 2019 yang diduga ganda dikebut agar bisa tuntas sebelum rekapitulasi daftar pemilih tetap hasil pencermatan di tingkat pusat pada 16 September. Badan Pengawas Pemilu menilai, banyaknya temuan data pemilih diduga ganda ini salah satunya disebabkan masih adanya persoalan pada Sistem Informasi Data Pemilih KPU.
Terkait penelusuran terhadap data pemilih ganda, Badan Pengawas Pemilu, pada Senin (10/09/2018) menyerahkan hasil penelusuran sementara ke KPU RI. Dari pencermatan terhadap data 91 juta data pemilih di 285 kabupaten/kota, Bawaslu RI menemukan ada sekitar 1 juta pemilih yang terindikasi ganda. Persebaran data pemilih ganda ini bervariasi di antara kabupaten/kota, dari belasan hingga puluhan ribu nama per daerah. Penelusuran masih dilakukan karena berdasarkan data KPU, ada sekitar 185 juta pemilih pada Pemilu 2019.
Dari pencermatan terhadap data 91 juta data pemilih di 285 kabupaten/kota, Bawaslu RI menemukan ada sekitar 1 juta pemilih yang terindikasi ganda. Persebaran data pemilih ganda ini bervariasi di antara kabupaten/kota, dari belasan hingga puluhan ribu nama per daerah
Anggota Bawaslu M Afifuddin, Minggu (11/09/2018) menuturkan, data pemilih yang diduga ganda itu muncul setelah tim Bawaslu meneliti data pemilih dengan berbasis pada nomor induk kependudukan (NIK), nama, dan tanggal lahir pemilih. Dia mencontohkan, ada satu nama dengan NIK sama, tetapi terdaftar di empat alamat. Pada tiga alamat, ia terdaftar di TPS yang sama, sedangkan satu alamat lagi di TPS yang berbeda.
“Data yang seperti ini perlu dibersihkan. Ini perlu keterbukaan dari KPU. Data ini jika diperiksa dalam Sidalih (sistem informasi data pemilih) selalu muncul satu nama, tetapi dalam soft file yang kami pegang muncul empat. Ini muncul dalam beberapa kasus,” kata Afifuddin.
Menurut dia, kegandaan data pemilih itu seharusnya sudah bisa dideteksi Sidalih. Namun, temuan-temuan ini, kata dia, mengindikasikan masih ada persoalan dengan Sidalih. Persoalan itu bisa disebabkan keterbatasan Sidalih dalam memeriksa kegandaan lintas daerah. Selain itu, dalam temuan pengawasan pada proses unggah data, di beberapa kesempatan daerah harus bergantian mengunggah. Pada saat mengunggah data, juga tidak ada notifikasi jika ada nama-nama yang tidak berhasil diunggah, sehingga harus diperiksa manual. Hal ini memungkinkan adanya kegandaan data pemilih.
“Kami sempat minta pencermatan data ini dilakukan satu bulan. Jadi ada 15 hari bagi kami dan 15 hari bagi KPU untuk menindaklanjuti. Kalau seperti sekarang, agak tergopoh-gopoh waktunya,” kata Afifuddin.
Anggota KPU Viryan Azis terpisah menuturkan KPU masih mempelajari data yang diberikan oleh Bawaslu RI, lalu data itu akan dipecah-pecah untuk diteruskan ke KPU di kabupaten dan kota. Data yang disampaikan oleh Bawaslu masih mencakup sekitar 50 persen dari total DPT, sehingga dengan menggunakan asumsi itu, dia memperkirakan masukan data pemilih diduga ganda akan berada di kisaran skeitar 2 juta pemilih. Dia mengaku belum sempat memeriksa karakteristik penyebab kegandaan data, tetapi juga tidak menutup kemungkinan hal ini juga salah satunya disebabkan data kependudukan yang ganda.
“Sebelum rapat pleno terbuka, kami sudah membahas akan menyempurnakan DPT. Penyempurnaan ini melingkupi temuan data ganda maupun perbaikan elemen data yang keliru, misalnya data kurang atau keliru data jenis kelamin pemilih,” kata Viryan.
Menurut dia, jajaran KPU di kabupaten/kota akan menindaklanjuti informasi baik dari Bawaslu maupun dari partai politik. Dia menargetkan di tingkat kabupaten/kota, rapat pleno daftar pemilih tetap hasil pencermatan sudah bisa dilakukan pada 12-13 September, kemudian dilanjutkan rekapitulasi di provinsi pada 14 September, serta 16 September di tingkat pusat.
Data yang disampaikan oleh Bawaslu masih mencakup sekitar 50 persen dari total DPT, sehingga dengan menggunakan asumsi itu, dia memperkirakan masukan data pemilih diduga ganda akan berada di kisaran skeitar 2 juta pemilih
Darurat KTP-el
Viryan juga mengingatkan bahwa saat ini pemilu juga berhadapan dengan kondisi darurat KTP-elektronik. Pada Pemilu 2019, penyusunan data pemilih harus berbasis pada KTP-el. Menurut dia, idealnya rekam data dan distribusi KTP-elektronik sudah selesai dilakukan sebelum DPT ditetapkan. Namun, berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, kata Viryan, hingga Agustus 2018 baru 182 juta warga sudah merekam data KTP-el. Jumlah itu masih jauh di bawah data data pemilih Pemilu yang sudah mencapai 185 juta jiwa, serta jauh di bawah daftar penduduk potensial pemilih pemilu yang diserahkan Kemendagri ke KPU, yakni 196 juta jiwa.
“Dari jumlah 196 juta itu, ada sekitar 2 juta yang berulang tahun di atas tanggal setelah penetapan DPT. Berarti ada 193 juta hingga 194 juta yang seharusnya sudah ada KTP-el. Maka dengan begitu, kita sedang ada bom waktu daftar pemilih khusus,” kata Viryan.
Daftar pemilih khusus ialah para pemilih yang tidak masuk dalam DPT hingga jelang Pemilu 2019, sehingga hanya bisa menggunakan hak suaranya sepanjang surat suara masih tersedia. Oleh karena itu, Viryan mendorong agar Kemendagri bisa mempercepat proses perekaman KTP-el.