Ada Kekeliruan dalam Permohonan Praperadilan Terkait BLBI
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan berupaya menanggapi praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia meski KPK menemukan sejumlah kekeliruan dalam permohonan yang akan disidangkan pada 24 September 2018 tersebut.
”KPK akan mempelajari poin-poin di praperadilan tersebut dan menentukan langkah lebih lanjut yang dapat dilakukan. Namun, jika permohonan praperadilan tersebut dibaca, terdapat sejumlah kekeliruan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Sabtu (15/9/2018).
Permohonan praperadilan bernomor 104/Pid.Pra/2018/PN.JKT.SEL berisi desakan agar KPK segera menetapkan Dorojatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim sebagai tersangka karena disebut bersama-sama melakukan kejahatan bersama mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Sebelumnya, jaksa pada KPK mendakwa Syafruddin bersama-sama Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmaja dan PT Wachyuni Mandira serta menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meskipun Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya karena memberikan aset bermasalah yang kemudian disebut misrepresentasi. Perbuatan itu dinilai telah memperkaya Sjamsul sejumlah Rp 4,58 triliun.
Dalam nota pembelaan yang dibacakan Kamis (13/9), Syafruddin membantah adanya misrepresentasi. Ia juga menampik telah melakukan kejahatan bersama Dorodjatun, Sjamsul, dan Itjih.
Dalam permohonan praperadilannya, MAKI juga mempersoalkan KPK tidak melakukan upaya hukum yang memadai atas mangkirnya Sjamsul dan Itjih sebagai saksi, baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan.
”Upaya hukum yang seharusnya dilakukan adalah melakukan cekal, DPO, dan red notice Interpol terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Tak masuk akal
Menanggapi hal ini, Febri memahami adanya Pasal 12 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang mengatur, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK berwenang memerintahkan instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
”Akan tetapi, ini tentu tidak masuk akal jika KPK menggunakan kewenangan pencegahan ke luar negeri ini untuk orang yang diketahui berada di luar negeri,” kata Febri.
Begitu pula penerbitan status DPO dan red notice hanya digunakan KPK terhadap tersangka. Adapun dalam kasus BLBI, status Sjamsul dan Itjih masih sebagai saksi. Kendati demikian, KPK telah melakukan pemanggilan secara patut sebanyak dua kali, bahkan bekerja sama dengan otoritas di Singapura untuk menyampaikan panggilan tersebut kepada para saksi. Namun, KPK memiliki keterbatasan kewenangan jika posisi saksi berada di luar negeri.
Ia pun menegaskan komitmen menuntaskan perkara BLBI ini terus berlanjut.
”Jadi, tidak benar ada penghentian penyidikan. Selain UU menegaskan KPK tidak dapat menghentikan penyidikan, justru penyidikan kasus BLBI telah berkembang hingga proses persidangan di tingkat pertama. Terkait dengan pengembangan pada pelaku lain, kami akan mencermati terlebih dahulu fakta persidangan dan pertimbangan hakim nantinya,” kata Febri.
Selain perkara BLBI, Boyamin melalui MAKI kembali mengajukan praperadilan terkait kasus Bank Century ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Boyamin, ia juga menyertakan Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai pihak termohon.