JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Dalam Negeri meminta rekomendasi Dewan Perwakilan Daerah atas hasil pemantauan serta evaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah tidak langsung disampaikan kepada pemerintah daerah. Rekomendasi tersebut sebaiknya melalui Kementerian Dalam Negeri agar pemerintah daerah lebih mudah menjalankannya.
”Kalau DPD (Dewan Perwakilan Daerah) mengeluarkan rekomendasi langsung ke pemda (pemerintah daerah), nanti bisa tabrakan (dengan rekomendasi dari pemerintah pusat),” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono seusai rapat dengan Wakil Ketua DPD Ahmad Muqowwam, Rabu (19/9/2018), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Rapat membahas tugas baru DPD untuk memantau dan mengevaluasi rancangan peraturan daerah (ranperda) dan perda seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang diundangkan pertengahan Maret lalu.
Tabrakan rekomendasi bisa terjadi karena DPD dan pemerintah pusat, khususnya Kemendagri, memiliki tugas memantau dan mengevaluasi ranperda dan perda. Berdasarkan hasil evaluasi, Kemendagri mengeluarkan rekomendasi buat pemda.
Jika DPD langsung menyerahkan rekomendasinya ke pemda, yang ternyata berbeda dengan pemerintah pusat, pemda bisa bingung mengikuti rekomendasi yang mana. Jadi, kelak rekomendasi dari DPD cukup diserahkan ke Kemendagri. Rekomendasi disampaikan dalam rapat antara Kemendagri dan DPD untuk membahas bersama dan hasilnya mengikat Kemendagri dalam menyusun rekomendasi untuk pemda.
Dibakukan
Mekanisme ini, menurut dia, akan dibakukan di peraturan DPD dan peraturan mendagri. Peraturan DPD akan mengatur mekanisme penyampaian rekomendasi ke Kemendagri, sedangkan di peraturan mendagri akan ditekankan agar dalam penyusunan rekomendasi ke pemda memperhatikan rekomendasi yang disampaikan DPD. ”Gambarannya, pusat mengawasi hal-hal teknis perundang-undangan, substansinya, harmonis atau tidak dengan undang-undang. DPD dari aspek politik hukumnya, artinya perda atau ranperda selaras atau tidak dengan semangat atau filosofi dari undang-undang,” ucapnya.
Keinginan Kemendagri ini selaras dengan pandangan pengajar hukum tata negara Universitas Kristen Satya Wacana, Umbu Rauta (Kompas, 6/4/2018), dan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng (Kompas, 28/5/2018).
Umbu mengatakan, pintu keluar evaluasi hanya dari pemerintah pusat. Jika DPD memantau dan mengevaluasi perda dan raperda, itu harus dimaknai sebagai upaya DPD membantu pusat. Namun, Muqowwam menilai lebih tepat jika rekomendasi diserahkan ke Presiden. ”DPD setara dengan Presiden, bukan kementerian. Artinya, hasil dari DPD jadi bahan rekomendasi kepada Presiden,” katanya.