JAKARTA, KOMPAS - Kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat tak juga kunjung dibawa ke pengadilan. Hal ini mengakibatkan pemenuhan hak korban, baik kompensasi, rehabilitasi, maupun restitusi, tak bisa diberikan.
Korban pelanggaran HAM baru memperoleh bantuan medis, psikologis, dan rehabilitasi psikososial dari pemerintah, dalam hal ini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun, pemberian bantuan itu terkendala oleh anggaran yang terbatas.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, sejak 2012 hingga 2018, LPSK telah memenuhi hak bagi 3.553 korban atas tujuh kasus pelanggaran HAM berat. Dari data itu, korban terbanyak, 3.503 orang, merupakan korban kasus 65/66. Namun, jumlah korban yang belum dipenuhi haknya masih banyak.
LPSK, kata Edwin, telah memberikan bantuan medis kepada para korban pelanggaran HAM berat. Namun, ia tidak menampik bahwa pemenuhan hak medis itu pun belum sesuai dengan harapan mengingat dana LPSK yang terbatas.
Kemarin, 20 korban pelanggaran HAM berat mendatangi Kantor LPSK. Mereka ingin menanyakan posisi LPSK dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
Maria Catarina Sumarsih, ibu dari korban Tragedi Semanggi I, berharap LPSK yang lahir di era reformasi tidak larut dalam menyokong Indonesia menjadi negara impunitas. Ia berharap para pelaku diproses hukum.
”Kami bukan semata-mata ingin mendapatkan hak sebagai korban. Toh, anak, bapak, ibu, kami yang menjadi korban pun sudah meninggal. Kami ingin keadilan ditegakkan,” kata Maria.
Sementara itu, anggota Komisi Nasional HAM, Munafrizal Manan, mengoreksi berita berjudul ”Tim Terpadu Kaji Pelanggaran” di Kompas edisi 20 September 2018. Ia menegaskan, Komnas HAM tidak terlibat dalam Tim Terpadu Penanganan HAM Berat Masa Lalu dan Masa Kini yang dibentuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Komnas HAM, kata Munafrizal, telah menyampaikan secara resmi ketidaksediaannya menjadi anggota tim terpadu kepada Menko Polhukam melalui surat Nomor 139/TUA/VIII/2018 tanggal 27 Agustus 2018. Salah satu poin di dalam surat itu, Komnas HAM merupakan lembaga mandiri sehingga tak tepat jika bergabung atau terlibat aktif di dalam tim terpadu bentukan Menko Polhukam.